KATA PENGANTAR
Alhamdulilahi
Rabbil’alamin, kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT. Tuhan semesta alam
yang telah melimpahkan karuniaNya kepada kita semua, sehingga dengan berkat dan
karuniaNya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa pula saya kirimkan kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
menujun zaman yang terang benderang yang dihiasi oleh imam, islam dan ihsan.
Dan tak lupa pula saya
ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada ibu dosen mata kuliah Ilmu
Nutrisi Unggas yang telah memberi saya tugas untuk membuat makalah ini. Dan
saya juga berterima kasih kepada teman-teman yang telah membantu saya. Saya
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi saya dan kita semua. Makalah ini
berisikan tentang Antinutrisi
Mikotoksin.
Saya menyadari
sepenuhnya banyak kekurangan dan keterbatasan, meskipun telah di sertai dengan
usaha yang maksimal sesuai dengan kemampuan yang telah saya miliki. Oleh karna
itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat di harapkan untuk perbaikan
makalah yang akan datang. Dengan ini saya berharap semoga makalah ini semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbil’alamin.
Samata, 16 Juni
2019
Faikatushalihat
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masyarakat di seluruh
dunia pada umumnya berpendapat bahwa produk alami merupakan produk yang aman
untuk dikonsumsi. Namun, kontaminasi pada bahan pakan atau pakan ternak unggas
dari biotoksin alami yang dihasilkan oleh mikroba dapat mengakibatkan wabah penyakit.
Diantara beberapa mikroba, kapang dianggap penting karena distribusinya yang
sangat luas. Kapang dapat menyebar berkoloni dan dapat menghasilkan mikotoksin
baik sebelum panen atau ditahapan pasca panen. Perlakuan yang buruk pada saat
panen, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan kapang dan meningkatkan resiko dihasilkannya mikotoksin.
Para peternak ayam
sering menilai bahwa jamur dan mikotoksin tidak berbahaya, padahal dua mikroba
ini sangat merugikan kelangsungan hidup budidaya ayam karena bisa merusak
organ-organ vital ayam. Para peternak sering menilai bahwa jamur dan mikotkosin
adalah sama, penanganannya sama dan pencegahannya pun sama. Padahal jamur
merupakan satu organisme hidup eukariotik yang bersel tunggal/banyak dan tidak
memiliki klorofil. Sedangkan mikotoksin adalah racun yang ditimbulkan oleh
jamur. Dengan kata lain jamur merupakan benda hidup sedangkan toksin merupakan
benda mati.
Pakan ternak merupakan
pintu rantai makanan pertama. Mikotoksin dapat memasuki rantai makanan secara
langsung, yaitu melalui produk tanaman seperti biji-bijian/serealia, kopi, biji
minyak, rempah-rempah, serta secara tidak langsung dari pakan hewan yang
terkontaminasi dengan mikotoksin yang meninggalkan residu bagi ternak unggas.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini yaitu:
1. Apa itu mikotoksin?
2. Apa saja jenis-jenis mikotoksin?
3. Apa saja bahaya mikotoksin yang ditimbulkan bagi unggas?
4. Bagaimana cara pengendalian kontaminasi mikotoksin?
C.
Tujuan Permasalahan
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian mikotoksin.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis
mikotoksin.
3. Untuk mengetahui bahaya
mikotoksin yang ditimbulkan bagi unggas.
4. Untuk mengetahui cara pengendalian kontaminasi mikotoksin.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mikotoksin
Mikotoksin, cukup
familiar kita mendengar istilah ini. Mikotoksin bisa dimaknai sebagai zat
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur dan bersifat racun (toksik). Saat
terkonsumsi ayam, produktivitas ayam akan menurun, baik berupa hambatan
pertumbuhan, penurunan produksi telur atau bahkan kematian. Tidak hanya itu,
zat metabolit ini juga berperan sebagai immunosuppressant, yakni agen yang
mampu melemahkan sistem kekebalan tubuh maupun menjadikan respon tubuh dalam
pembentukan antibodi hasil vaksinasi kurang optimal. Akibatnya tubuh ayam
menjadi lebih mudah terinfeksi bibit penyakit.
Kata
mikotoksin berasal dari dua kata, mukes yang berarti
kapang (Yunani) dan toxicum yang mengacu
pada racun (Latin). Mikotoksin adalah metabolit
sekunder produk dari kapang
berfilamen, dimana dalam beberapa situasi, dapat berkembang
pada makanan yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Fusarium sp,
Aspergillus sp dan Penicillium sp merupakan
jenis kapang
yang paling umum menghasilkan racun mikotoksin dan sering mencemari makanan
manusia dan
pakan hewan. Kapang tersebut tumbuh pada bahan pangan atau
pakan, baik sebelum dan selama panen atau saat penyimpanan yang tidak tepat
(Binder 2007; Zinedine
& Mañes 2009).
Menurut Bahri (2015) keracunan mikotoksin pada ternak
dapat disebabkan
oleh dua sumber, yaitu: (1) Kapang yang tumbuh pada hijauan/tanaman, biasanya terjadi saat hewan merumput/mengkonsumsi hijauan; (2) Kapang yang tumbuh pada biji-bijian yang digunakan sebagai sumber bahan pakan atau pakan. Bryden (1998) telah mempublikasi berbagai genus kapang penghasil mikotoksin dari berbagai hijauan dan bijian dan gangguan yang ditimbulkannya.
oleh dua sumber, yaitu: (1) Kapang yang tumbuh pada hijauan/tanaman, biasanya terjadi saat hewan merumput/mengkonsumsi hijauan; (2) Kapang yang tumbuh pada biji-bijian yang digunakan sebagai sumber bahan pakan atau pakan. Bryden (1998) telah mempublikasi berbagai genus kapang penghasil mikotoksin dari berbagai hijauan dan bijian dan gangguan yang ditimbulkannya.
B.
Jenis-Jenis Mikotoksin
1. Aflatoksin
Aflatoksin berasal dari
singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin ini pertama kali diketahui berasal
dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. A.
flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin
B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) Sedangkan A. parasiticus memproduksi AFB1, AFB2,
AFG1, dan AFG2. A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang
jauh, yaitu berkisar dari 10-12 0C sampai 42-43 0C dengan suhu optimum 32-33 0C
dan pH optimum 6.
Diantara keempat jenis
aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin
ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi
perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik
gol 1A. Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Di Indonesia, aflatoksin merupakan
mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil olahan
(Muhilal dan Karyadi 1985, Agus et al. 1999). Selain itu, residu aflatoksin dan
metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu (Bahri et al.
1995), telur (Maryam et al. 1994), dan daging ayam (Maryam 1996). Sudjadi et al
(1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang
wanita) menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng,
bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi pada contoh
liver dari 58 % pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400 µg/kg.
2. Okratoksin
Okratoksin, terutama
Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal pada manusia
maupun hewan, dan juga diduga bersifat karsinogenik. Okratoksin A ini pertama
kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus ochraceus. Secara alami
A. ochraceus terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian,
kacang-kacangan dan buah-buahan. Selain A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan
oleh Penicillium viridicatum (Kuiper-Goodman 1996) yang terdapat pada
biji-bijian di daerah beriklim sedang (temperate), seperti pada gandum di eropa
bagian utara.
P.
viridicatum tumbuh pada suhu antara 0-31 0C dengan suhu optimal pada 20 0C dan
pH optimum 6-7. A.ochraceus tumbuh pada suhu antara 8-37 0C. Saat ini diketahui
sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan
Okratoksin C (OC). OA adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di
alam, terupama pada komoditas kopi selain itu OA juga banyak ditemukan pada
berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena OA
bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang
berlemak. Manusia dapat terekspose OA melalui produk ternak yang dikonsumsi.
3. Zearalenon
Zearalenon adalah
toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum, F.
tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20-25 0C
dan kelembaban 40-60 %. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962.
Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi.
Hingga saat ini paling
sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantara nya α-zearalenol yang
memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa
turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksi zearalenon,
3-hidroksi zearalenon, 7-dehidro zearalenon, dan 5- formil zearalenon.
Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang
kedelai, beras dan serelia lainnya.
4. Fumosin
Fumonisin termasuk
kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium spp., terutama F.
moniliforme dan F. proliferatum. Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan
pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al.
1988). Selain F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula kapang lain
yang juga mampu memproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F.
diamini dan F. napiforme.
F. moniliforme tumbuh
pada suhu optimal antara 22,5-27,5 0C dengan suhu maksimum 32-37 0C. Kapang
Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama negara
beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang
ini adalah jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya.
Hingga saat ini telah
diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1), FB2, FB3 dan
FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut,
FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB1 dan
FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1 juga ditemukan
pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
Keberadaan kapang
penghasil fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama
jagung di Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi (1996),
Ali et al. 1998 dan Maryam (2000b). Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan
dan manusia belum mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu
diwaspadai mengingat mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan
aflatoksin sehingga dapat meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut
(Maryam 2000a).
C.
Bahaya Mikotoksin Bagi Unggas
Jamur dan Mikotoksin
ini sangat berbahaya dan merugikan dalam budidaya ayam karena merusak
organ-organ vital diantaranya :
1. Tembolok
Tembolok merupakan
organ yang diserang oleh candidiasis albicans (jamur). Tembolok sendiri
berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan sementara sebelum didistribusikan
ke ampela (ventrikulus). Kontaminasi candidiasis albican di tembolok akan
menyebabkan ayam tidak nafsu makan dan menimbulkan kematian. Candidiasis
albicans ini bisa menyerang di ayam umur tua ataupun muda. Gejala yang
ditimbulkan biasanya ayam banyak mati di malam hari, posisi kematian dalam
keadaan duduk (bukan terlentang) karena lemas, jika di cek tidak ada pakan sama
sekali di tembolok dan tembolok terasa lengket. Untuk gejala yang di timbulkan
di ayam kecil terlihat dari nafsu makan ayam (feed intake harian) yang tidak
tercapai sesuai standar, padahal rasio pemanas, tempat pakan, tempat minum dan
sekam sudah sesuai standar.
2. Gizzard
Organ penting kedua
yang diserang oleh mikotoksin adalah gizzard/ventrikulus. Gizzard berfungsi untuk
mencerna makan secara mekanik dengan bantuan grit yang sudah ada dalam pakan.
Kontaminasi mikotoksin menyebabkan gizzard luka. Dikarenakan fungsi gizzard
adalah untuk menghaluskan pakan sebelum didistribusikan ke usus untuk diserap,
kerusakan yang ditimbulkan oleh gizzard akan menyebabkan pakan tidak dihaluskan
secara baik. Hal ini menyebabkan butiran-butiran pakan masih kasar, yang
menyebabkan usus tidak bisa menyerap secara maksimal nutrisi yang ada didalam
pakan. Ini akan berdampak pada bentuk kotoran yang masih dalam bentuk pakan,
Fcr tentunya akan bengkak. Penanganan untuk mengobati gizzard ini membutuhkan
waktu yang lama, yaitu 2 minggu. Sehingga tidak efektif jika dilakukan
pengobatan, namun hal ini bisa dicegah dengan memberikan toxin binder secara
berkala semasa pemeliharaan ayam dari umur muda.
3. Ginjal
Organ penting ketiga
yang diserang oleh mikotoksin maupun jamur adalah ginjal. Fungsi ginjal adalah
vital, sangat penting dalam kehidupan ayam. Ginjal juga tidak dapat
diregenerasi seperti organ hati, jika sudah rusak susah untuk diobati. Ginjal
yang rusak akan mengakibatkan keseimbangan osmotik cairan tubuh menjadi
kacau/tidak terkendali, sehingga akan menyebabkan kematian. Kerusakan diginjal
dapat dilihat dikotoran ayam yang akan tampak lebih putih dari biasanya. Hal
ini dkarenakan ginjal mempunyai fungsi untuk menyaring sisa hasil perombakan
protein berupa asam urat., jika ginjal rusak maka kemampuan untuk menyaring
asam urat yang masih bisa didimanfaatkan tubuh menjadi berkurang oleh karena itu
akan lebih banyak dikeluarkan diluar tubuh. Kerusakan ginjal yang parah juga
akan menimbulkan gout didalam tubuh ayam. Gout sendiri merupakan asam urat yang
tidak tertampung diginjal sehingga mengkontaminasi tubuh.
D.
Pengendalian Kontaminasi Mikotoksin
Kontaminasi
mikotoksin pada bahan pangan dan pakan semakin menjadi perhatian dunia karena dampaknya
terhadap kesehatan manusia dan hewan. Metabolit sekunder dari kapang ini tidak
hanya berbahaya bagi kesehatan, namun juga mengakibatkan kerugian ekonomi yang
cukup besar dan berpengaruh
terhadap perdagangan internasional. Di negara tropis seperti Indonesia, kontaminasi mikotoksin sangat sulit untuk dihindari kare karena kondisi iklim dengan tingkat kelembaban, curah hujan dan suhu yang tinggi sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan kapang penghasil mikotoksin. Komoditi pertanian seperti kacang-kacangan, jagung dan serealia lainnya banyak tercemar oleh kapang Aspergillus spp ., Fusarium spp . dan Penicillium sebagai penghasil mikotoksin.
terhadap perdagangan internasional. Di negara tropis seperti Indonesia, kontaminasi mikotoksin sangat sulit untuk dihindari kare karena kondisi iklim dengan tingkat kelembaban, curah hujan dan suhu yang tinggi sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan kapang penghasil mikotoksin. Komoditi pertanian seperti kacang-kacangan, jagung dan serealia lainnya banyak tercemar oleh kapang Aspergillus spp ., Fusarium spp . dan Penicillium sebagai penghasil mikotoksin.
1.
Pemilihan
bibit
Pemilihan
varietas resisten Pemilihan bibit unggul merupakan strategi yang efektif untuk
menghindari serangan kapang toksigenik pada suatu komoditi. Berdasarkan
penelitian genetik yang ekstensif telah ditemukan adanya kromosom- kromosom
yang resisten terhadap aflatoksin pada beberapa komoditi pertanian, seperti
jagung dan kacang tanah . Kacang tanah varietas Jerapah, Sima, dan Turangga
dilaporkan lebih tahan terhadap serangan.
2.
Pengendalian
seranggga dan gulma
Pengendalian
serangga dan gulma Infestasi serangga menyebabkan kerusakan pada bulir sehingga
mempercepat infeksi kapang dan
produksi mikotoksin. Pengendalian dengan menggunakan insektisida dan fungisida sesuai anjuran akan membantu mencegah pertumbuhan kapang dan
produksi mikotoksin. Selain itu, gulma (alang-alang, gerintingan, babadotan, dll .) juga dapat menjadi vektor bagi kapang, terutama yang tumbuh dalam tanah (soil
born pathogen) seperti Fusarium graminearum dan Fusarium moniliforme . Tumbuhan gulma dapat dihilangkan secara mekanik, dengan menggunakan
herbisida atau cara lain yang lebih aman.
produksi mikotoksin. Pengendalian dengan menggunakan insektisida dan fungisida sesuai anjuran akan membantu mencegah pertumbuhan kapang dan
produksi mikotoksin. Selain itu, gulma (alang-alang, gerintingan, babadotan, dll .) juga dapat menjadi vektor bagi kapang, terutama yang tumbuh dalam tanah (soil
born pathogen) seperti Fusarium graminearum dan Fusarium moniliforme . Tumbuhan gulma dapat dihilangkan secara mekanik, dengan menggunakan
herbisida atau cara lain yang lebih aman.
3. Rotasi tanaman
Pencegahan
infestasi kapang prapanen dapat dilakukan dengan rotasi tanaman untuk memutus
siklus perkembangbiakan kapang toksigenik yang ada dalam tanah. Cara ini sangat
efektif untuk mencegah penyebaran inokulum kapang penghasil mikotoksin. Sebagai
contoh, rotasi tanaman jagung-kacang kedelai dapat mengurangi serangan Fusarium
dibandingkan dengan penanaman jagung secara berturut-turut.
4. Irigasi dan pengaturan kondisi tanah
Stres
kekeringan dan fertilitas tanah sangat berpengaruh terhadap intensitas serangan
kapang dan produksi mikotoksin. Pengaturan suhu dan kelembaban tanah berperan
penting dalam pengendalian kontaminasi
mikotoksin. Kandungan air dan kelembaban tanah yang tinggi sangat baik untuk germinasi spora dan proliferasi kapang . Pada tanaman kacang tanah, cekaman kekeringan pada stadium reproduktif sangat sensitif terhadap
serangan A . flavus dan kontaminasi aflatoksin.
mikotoksin. Kandungan air dan kelembaban tanah yang tinggi sangat baik untuk germinasi spora dan proliferasi kapang . Pada tanaman kacang tanah, cekaman kekeringan pada stadium reproduktif sangat sensitif terhadap
serangan A . flavus dan kontaminasi aflatoksin.
5. Pengeringan
Untuk
mencegah produksi mikotoksin, hasil pertanian dikeringkan sesegera mungkin
dalam waktu tidak lebih dari 24 - 28 jam setelah panen. Pengeringan dapat
dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan sinar matahari, digantung di
udara terbuka atau dalam ruangan dengan sedikit pemanasan/ pengasapan, terutama
untuk produk yang mudah terinfeksi kapang, dan dengan menggunakan mesin pengering.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mikotoksin bisa
dimaknai sebagai zat metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur dan bersifat
racun (toksik). Saat terkonsumsi ayam, produktivitas ayam akan menurun, baik
berupa hambatan pertumbuhan, penurunan produksi telur atau bahkan kematian.
Tidak hanya itu, zat metabolit ini juga berperan sebagai immunosuppressant,
yakni agen yang mampu melemahkan sistem kekebalan tubuh maupun menjadikan
respon tubuh dalam pembentukan antibodi hasil vaksinasi kurang optimal.
Akibatnya tubuh ayam menjadi lebih mudah terinfeksi bibit penyakit.
B. Saran
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi penggunanya serta dapat menambah wawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, S ., P . Zahari Dan H . Hamid. 1990. Penggunaan Arang Aktif
Untuk Mencegah Aflatoksikosis Pada Itik . Penyakit Hewan 40 : 122 - 127 .
Bryden, W. And R .B. Cumming. 1980. Observation On Liver Following
Aflatoxin B Ingestion Avian Pathol . 9 : 551 -556.
Binder. 2007. Decontamination of aflatoxin in food using microwave
oven . In : Mycotoxin contamination : Health Risk and Prevention Project . Proc
. International Symposium on mycology, Chiba, Japan . September 9-10, 1999 . pp
. 272 - 276 .
Cast, B. 2003. Mycotoxins : Risk In Plant, Amimal, And Human System . Task Force Report No . 139 . Council for Agricultural Science and Technology, Ames, Iowa, USA. pp . 20 – 35.
Celik, H . Oguz, O . Demet, H .H . Donmez, M . Boydak And E. Sur . 2000 . Efficacy Of Polyvinylpolypyrrolidone In Reducing The Immunotoxicity Of Aflatoxin In Growing Broilers. Brit . Poult . Sci . 41(4) : 430 – 439.
Chelkowski, J ., P. Golinski, B . Godlewska, W . Radomyska, K. Szebiotko And M . Wiewiorowska . 1981 . Mycotoxins In Cereal Grain. Part IV . Inactivation Of Ochratoxin A And Other Mycotoxins During Ammoniation . Nahrung . 25(7) : 631 -637.
Makalah nutrisi ternak unggas (antinutrisi mikotoksin)
Reviewed by Faikatushalihat
on
July 12, 2020
Rating:
How many times have you been dealt cards in the casino?
ReplyDelete› how-many-times-have-you › 안성 출장마사지 how-many-times-have-you Jan 전라북도 출장마사지 14, 2014 — Jan 14, 2014 당진 출장마사지 A card is a card from a 수원 출장안마 deck. A standard 52-card deck of playing cards are played in an “inside deck” (which is 문경 출장안마 similar to a regular deck)