BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit
adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan suatu kerangka luar, tempat
bulu binatang itu tumbuh. Pada saat hidup, kulit memiliki fungsi antara lain sebagai
indra perasa, tempat pengeluaran hasil pembakaran, sebagai pelindung
dari kerusakan bakteri kulit, sebagai buffer terhadap pukulan, sebagai
penyaring sinar matahari, serta sebagai alat pengatur peralatan tubuh hewan (Astawan, 2011).
Kulit merupakan salah satu jenis
hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi
perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Pada umumnya kulit dimanfaatkan
sebagai bahan pembuat sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta masih ada
beberapa produk-produk lain yang memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya,
seperti kerupuk kulit dan gelatin untuk bahan pangan. Komoditas kulit
digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak, kulit mentah adalah bahan
baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami
proses-proses pengawetan (Anita, 2010).
Kulit ternak pada zaman dahulu telah banyak
dimanfaatkan sebagai alas kaki, pakaian, tenda, alat tulis, bahan penutup luka,
bahan gendang dan sebagainya. Sampai dengan masa modern sekarang telah banyak
dimanfaatkan manusia untuk membuat pakaian, tas, sepatu hiasan, ikat pinggang
dan sebagianya (Tim dosen,2016).
Kulit
pada ternak merupakan 7-15 % dari berat ternak. Kulit setelah lepas dari tubuh
ternak harus secepatnya dilakukan proses pengawetan bila kulit tersebut akan
disimpan untuk beberapa waktu. Kulit ternak pada zaman dahulu telah banyak dimanfaatkan
sebagai alas kaki, pakaian, tenda, alat tulis, bahan penutup luka, bahan
gendang dan sebagainya. Sampai dengan masa modern sekarang telah banyak
dimanfaatkan manusia untuk membuat pakaian, tas, sepatu, hiasan, ikat pinggang
dan sebagainya (Alvaro, 2013).
Kulit
hewan merupakan bahan mentah kulit samak, yang berupa tenunan dari tubuh hewan
yang terbentuk dari sel-sel hidup serta hasil-hasilnya. Ditinjau secara
histologi kulit hewan mamalia mempunyai struktur yang bersamaan, yang terdiri
dari 3 lapis yang jelas dalam struktur maupun asalanya (Soeparno, 2011).
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah pada pratikum ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana
mempelajari secara mendalam factor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan
kualitas kulit selama penyimpanan?
2. Bagaimana
memahami lebih jauh tentang teknik-teknik dan aplikasi pengawetan kulit yang
ada di Indonesia?
C.
Tujuan
Masalah
Adapun tujuan pada pratikum ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk
mempelajari secara mendalam factor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan
kualitas kulit selama penyimpanan.
3. Untuk
memahami lebih jauh tentang teknik-teknik dan aplikasi pengawetan kulit yang
ada di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Kulit
Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan
suatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Dalam ensiklopedia
Indonesia, dijelaskan bahwa kulit adalah lapisan luar badan yang melindungi
badan atau tubuh binatang dari pengaruh-pengaruh luar misalnya panas, pengaruh
yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu. Pada saat
hidup, kulit memiliki fungsi antara lain sebagai indra perasa, tempat
pengeluaran hasil pembakaran, sebagaii pelindung dari kerusakan bakteri kulit,
sebagai buffer terhadap pukulan,
sebagai penyaring sinar matahari, serta sebagai alat pengatur peralatan tubuh
hewan (Raffy, 2012).
Kulit merupakan
salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu
komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Pada umumnya kulit
dimanfaatkan sebagai bahan pembuat sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta
masih ada beberapa produk-produk lain yang memanfaatkan kulit sebagai bahan
bakunya, seperti kerupuk kulit dan gelatin untuk bahan pangan. Komoditas kulit
digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak, kulit mentah adalah bahan
baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami
proses-proses pengawetan atau siap samak (Heidemann, 2011).
Menurut Raffy
(2012), kulit segar yang baru dilepas dari
tubuh binatang memiliki beberapa unsur berikut:
Collagen : 30% - 32%
Lemak : 2% - 5%
Epidermis : 0,2% - 2%
Mineral : 0,1% - 0,3%
Air : 60% - 65%
Dari
keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai
ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit
pada sapi, kambing dan kerbau memiliki
kisaran 7-10% dari berat tubuh. Secara
ekonomis kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak (Gazali, 2011).
Menurut Julianti (2012), kulit memiliki beberapa fungsi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pelindung
ternak/ hewan dari pengaruh luar.
2. Pelindung
jaringan yang ada dibawahnya.
3. Pemberi
bentuk pada tubuh ternak.
4. Penerima
rangsangan dari lingkungan luar.
5. Pengatur
suhu tubuh (Termoregulator).
6. Pengatur
kadar garam dan air pada cairan tubuh.
7. Tempat
menyimpan cadangan energi terutama pada domba dan babi.
8. Tempat
sintesis vitamin D.
9. Menyimpan
lemak dalam lapisan subcutan.
B.
Penyamakan Kulit
Penyamakan
adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit samak yang stabil,
tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam keguunaan. Penyamakan biasanya dilakukan dengan garam basa krom
trivalen. Reaksi garam-garam krom dengan grup karboksilat dari protein kulit (Kolagen) menjadikan kulit tersebut memiliki stabilitas hidrotermal tinggi,
yaitu memiliki suhu pengerutan (Ts) lebih tinggi daripada 100oC,
dan tahan terhadap serangan mikroorganisme. Setelah peny-makan krom, kulit
hewan disebut wet blue atau blue crust. Penyamakan merupakan tahap paling
penting dalam produksi kulit samak. Selama penyamakan, kolagen akan memfiksasi
bahan penyamak pada situs-situs reaktifnya (Supamo O, 2010).
Pengawetan kulit secara umum
didefenisikan sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah terjadinya lisis atau
degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit. Psinsip pengawetan kulit
adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme perusak kulit. Hal tersebut dilakukan dengan menurunkan kadar
air sampai tingkat serendah mungkin dengan batas tertentu sehingga
mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh, berkisar antara 5-10% (Judoamijojo,
2010).
Pengawetan kulit memiliki
beberapa tujuan antara lain yaitu mempertahankan struktur dan keadaan kulit
dari pengaruh lingkungan untuk sementara waktu sebelum dilakukan proses
pengolahan/penyelesaian, untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang relatif
lebih lama dan agar kulit dapat terkumpul sehingga dapat dikelompokkan menurut
besar dan kualitasnya. Salah satu cara pengawetan kulit adalah dengan metode
penggaraman dan pengeringan (Sukarbowo, 2012).
Hasil baik dapat diperoleh bila
bulu sampai di pabrik penyamakan dalam keadaan segar dan dalam waktu 4 jam
setelah pengulitan. Namun pada umumnya keadaan tersebut hampir tidak mungkin
dicapai. Maka alternatif lain adalah dengan menggunakan bahan-bahan pengawetan
sementara, seperti mencelup kulit ke dalam larutan jeuh dari garam untuk
beberapa hari (Judoamijojo, 2010).
Di daerah tropik, Indonesia
misalnya, metode pengawetan yang cocok adalah dengan sinar matahari. Hal ini
dikarenakan efek terhadap kerusakan, murah dan jarang terjadi perubahan pada
jaringan kulit. Tetapi sinar matahari juga mempunyai kelemahan, yaitu waktu
yang dibutuhkan lebih lama dan jika kulit kurang kering, kulit akan lebih muda
kena jamur sehingga kulit akan mudah rusak dan akan menurunkan nilai jual
(Aten, 2010).
Pengawetan kulit merupakan
faktor penentu kualitas selain faktor penyamakan. Proses penggaraman dapat
menghasilkan kulit dengan kualitas yang bagus, hal ini karena kulit tidak mudah
berjamur jika kulit diberi garam, tidak tergantung sinar matahari dan proses
pembahasan (Sasanadharma, 2011).
Metode pengawetan dan
penyamakan berpengaruh terhadap kematangan kulit, kuat mulur dan kekenyalan
kulit. Sedangkan sifat organoleptik yaitu kepadatan bulu, kerontokan bulu hanya
dipengaruhi oleh faktor pengawetan. Kuat tarik kulit tidak dipengaruhi oleh
metode penyamakan, pengawetan ataupun oleh keduanya (Raffy,
2012).
C.
Fungsi Kulit
Menurut
Pujaadmaka (2008), menyatakan bahwa kulit mempuyai segudang manfaat bagi tubuh
adalah sebagai berikut :
1. Mempertahankan Kekuatan dan Elastisitas Kulit
Kandungan kolagen bersamaan
dengan keratin dan elastin di dalamnya berguna untuk membentuk struktur pada
jaringan guna mempertahankan kekuatan dan elastisitas kulit.
2. Mencegah Resiko Penyakit Dengeneratif
Kandungan
selenium tinggi yang terdapat di dalamnya berguna sebagai antioksidan alami
untuk mencegah terjadinya resiko penyakit degeneratif.
3. Menghitamkan Rambut
Kandungan selenium tinggi yang
terdapat di dalamnya berguna sebagai antioksidan alami untuk mencegah
terjadinya resiko penyakit degeneratif.
4.
Membatu
Pertumbuhan Sel Di Dalam Tubuh
Kandungan
protein dan kalsium di dalamnya berguna untuk membantu proses pertumbuhan
sel-sel baru di dalam tubuh, dapat menjaga tulang agar tetap kuat serta
mencegah terjadinya osteoporosis.
5.
Meningkatkan Tingkat Gairah Seksual
Tingkatkan gairah seksual. Terkecuali mempunyai rasa yang
enak serta lezat, nyatanya konsumsi makanan yang terbuat dari kikil (baik itu
dari kikil sapi, kerbau, ataupun kambing) bisa berguna untuk tingkatkan gairah
seksual seorang. Hal itu terdaftar dalam catatan keraton Mataram. Diluar itu,
konsumsi olahan masakan yang memiliki bahan basic kikil dengan kombinasi jahe
bisa menolong melindungi stamina badan supaya terus dalam keadaan fit.
Sangatlah dianjurkan untuk konsumsi makanan yang memiliki bahan basic kikil dua
minggu sekali atau dapat pula sekerap mungkin saja.
BAB
III
METODE
PRATIKUM
A.
Waktu Dan Tempat
Adapun waktu dan tempat
dilaksanakanya pratikum ini pada hari Selasa
tanggal 27 November 2018, pukul 16.00-selesai dan bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Samata-Gowa.
B.
Alat Dan Bahan
Alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Alat
Alat
yang digunakan dalam pratikum ini adalah pisau, cetter, tang, baki, , piring, sarung tangan, stopwatch, dan tripleks.
2. Bahan
Bahan
yang digunakan dalam pratikum ini adalah asam (cuka), garam dan ceker ayam.
C.
Prosedur kerja
Adapun
prosedur kerja dalam pratikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Menyiapkan
alat dan bahan.
2. Mengambil
ceker ayam.
3. Mengiris
bagian tengah
ceker ayam.
4. Memisahkan
kulit ceker ayam dengan tang.
5. Merendam
kulit dengan asam selama 20
menit.
6. Mengamati
warna, bau, dan konsistensi pada kulit.
7. Meletakkan
kulit dengan triples dengan menambahkan garam sampai tertutup.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
1.
Metode kombinasi
pengeringan dan penggaramanTabel I Hasil pengamatan bau pada ceker ayam
Skala
|
Sinar
matahari
|
Tanpa sinar matahari
|
||||
Hari 1
|
Hari 2
|
Hari 3
|
Hari 1
|
Hari 2
|
Hari 3
|
|
Sangat amis
|
√
|
|||||
Amis
|
√
|
√
|
||||
Agak amis
|
√
|
√
|
√
|
|||
Tidak amis
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2018.
Tabel II Hasil pengamatan warna pada ceker ayam
Skala
|
Sinar
matahari
|
Tanpa sinar
matahari
|
||||
Hari 1
|
Hari 2
|
Hari 3
|
Hari 1
|
Hari 2
|
Hari 3
|
|
Kuning
|
√
|
|||||
Putih
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
Coklat
|
||||||
Hitam
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2018.
2.
Metode pengawetan
dengan asam
Tabel I Hasil pengamatan bau pada ceker ayam
Skala
|
Sinar
matahari
|
Tanpa sinar
matahari
|
||||
Hari 1
|
Hari 2
|
Hari 3
|
Hari 1
|
Hari 2
|
||
Sangat amis
|
||||||
Amis
|
√
|
√
|
||||
Agak amis
|
√
|
√
|
√
|
|||
Tidak amis
|
√
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2018.
Tabel II Hasil pengamatan warna pada ceker ayam
Skala
|
Sinar
matahari
|
Tanpa sinar
matahari
|
||||
Hari 1
|
Hari 2
|
Hari 3
|
Hari 1
|
Hari 2
|
Hari 3
|
|
Kuning
|
√
|
√
|
√
|
|||
Putih
|
√
|
|||||
Coklat
|
√
|
√
|
||||
Hitam
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2018.
B.
Pembahasan
1.
Pengeringan dan
penggaraman
Hasil pengamatan bau pada ceker ayam yang terkena sinar
matahari pada hari pertama amis, hari kedua dan ketiga agak amis. Dan tidak
terkena sinar matahari pada hari pertama amis, hari kedua sangat amis dan hari
ketiga agak amis. Untuk pengamatan warna pada hari pertama sampai ketiga yaitu
putih dan pada kulit ynag tidak terkena matahari pada hari ketiga berwarna
kuning. Hal ini sependapat dengan Sukarbowo (2012) yang menyatakan bahwa Pengawetan
kulit memiliki beberapa tujuan antara lain yaitu mempertahankan struktur dan
keadaan kulit dari pengaruh lingkungan untuk sementara waktu sebelum dilakukan
proses pengolahan/penyelesaian, untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang
relatif lebih lama.
2.
Metode pengasaman
Hasil pengamatan bau ceker pada metode pengasaman yang
terkena sinar matahari pada hari pertama amis, hari kedua agak amis dan hari
ketiga tidak amis. Yang tidak terkena sinar matahari pada hari pertama amis,
hari kedua dan ketiga agak amis. Untuk pengamatan warna yang terkena sinar
matahari hari pertama putih, hari kedua dan ketiga kuning. Yang tidak terkena
sinar matahari hari pertama kuning, hari kedua dan ketiga coklat. Hal ini
sependapat dengan Sukarbowo (2012) yang menyatakan bahwa Pengawetan kulit
memiliki beberapa tujuan antara lain yaitu mempertahankan struktur dan keadaan
kulit dari pengaruh lingkungan untuk sementara waktu sebelum dilakukan proses
pengolahan/penyelesaian, untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang relatif lebih
lama.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan
pada praktikum ini adalah :
1. Alat yang digunakan dalam pengamatan yaitu pisau,
cetter, tang, baki, , piring, sarung tangan,
stopwatch, dan tripleks, asam (cuka), garam dan ceker ayam.
2. Metode yang digunakan pada pengamatan ini yaitu metode
pengawetan dengan pengeringan dan penggaraman dengan hasil yaitu pada ceker
ayam yang terkena sinar matahari pada hari pertama amis, hari kedua dan ketiga
agak amis. Dan tidak terkena sinar matahari pada hari pertama amis, hari kedua
sangat amis dan hari ketiga agak amis. Untuk pengamatan warna pada hari pertama
sampai ketiga yaitu putih dan pada kulit ynag tidak terkena matahari pada hari
ketiga berwarna kuning serta metode pengasaman yang terkena sinar matahari pada
hari pertama amis, hari kedua agak amis dan hari ketiga tidak amis. Yang tidak
terkena sinar matahari pada hari pertama amis, hari kedua dan ketiga agak amis.
Untuk pengamatan warna yang terkena sinar matahari hari pertama putih, hari
kedua dan ketiga kuning. Yang tidak terkena sinar matahari hari pertama kuning,
hari kedua dan ketiga coklat.
B.
Saran
Pada
saat praktikum sebaiknya persediaan jumlah kulit diperbanyak agar dalam
praktikum pengujian dilakukan secara total.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, 2011. Anatomi Kulit.
Jakarta : Erlangga.
Tim dosen,2016. Penuntun
Praktikum Teknologi Hasil Ternak, Universitas Islam Negri Alauddin Makassar.
Alvaro, 2013. Teknologi hasil ternak. PT
GramediaPustakaUtama: Jakarta.
Raffy, 2012. Teknologi
Pengawetan dan Pengolahan. Jakarta
:Erlangga.
Heidemann, 2011. Optimasi Produksi Gelatin Kulit Kambing sebagai bahan Baku Edible Film untuk Bahan Pengemas Kapsul. Disertasi Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Supamo O. 2010. Kajian Potensi Kulit Kaki Ayam Broiler Sebagai Bahan Baku Gelatin Dan Aplikasinya Dalam Edible Film Antibakteri. Disertasi Program Studi Ilmu Peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Jamhari, 2000. Kuantitas dan Kualitas Gelatin. UGM: Yogyakarta.
Judoamijojo, 2010. Laporan
Praktikum Limbah Penyamakan Kulit. Ghaja
Mada Universitas Press: Yogyakarta.
Aten, 2010. Analisis Sifat Reologi Gelatin dariKulit Ikan
Cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. UGM: Yogyakarta.
Sasanadharma, 2011.
Kajian karakteristik gelatin dari kulit ikan tuna (Thunnus alallunga) dan karakteristiknya
sebagai bahan baku industry farmasi. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Laporan praktikum teknologi hasil ternak (kulit)
Reviewed by Faikatushalihat
on
July 11, 2020
Rating:
Bisa dijadikan referensi dalam pembuatan laporan ckckkck, terima kasih
ReplyDelete