PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pemeliharaan ternak, salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah
penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan
tidak lagi beternak akibat adanya kematian pada ternaknya.
Upaya pengendalian penyakit pada hakekatnya bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan yang baik, sehingga
peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Upaya pengendalian
penyakit dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit dan
atau pengobatan pada ternak yang sakit.
Salah
satu cara menanggulangi penyakit infeksi adalah dengan menentukan penyebab dan
kemudian memberi terapi yang rasional berdasarkan hasil uji laboratorium. Dalam
hal ini peranan laboratorium sebagai penunjang diagnosis dan terapi penyakit
infeksi menjadi sangat penting.Hasil pemeriksaan mikrobiologik sangat
tergantung oleh kualitas spesimen.Spesimen yang diperiksa di lab Mikrobiologi
sebagian besar merupakan klinik berkaitan dengan penyakit infeksi. Kualitas
specimen ditentukan oleh metoda pengambilan dan proses tranportasi ke
laboratorium. Hasil pemeriksaan mikrobiologik negatif tidak selalu berarti
bahwa diagnosis sala (Sumarjo, 2011).
Beragam metode diagnosa telah dilakukan
untuk mendeteksi keberadaan parasit darah, namun yang umum digunakan adalah
metode pemeriksaan ulas darah yang diambil dari pembuluh darah perifer dengan
perwarnaan Giemsa. Metode ini memiliki kelemahan, yaitu terjadinya negatif
palsu pada sampel-sampel dengan tingkat parasitemia yang rendah. Secara molekular,
identifikasi parasit darah dapat dilakukan dengan Polimerase Chain Reaction
(PCR) dengan berbagai macam penanda molekular yang spesifik. Selama ini,
tehnik PCR yang banyak dilakukan masih bersifat konvensional, yaitu satu reaksi
PCR untuk mendeteksi satu jenis penyakit. Namun, kondisi di lapang menunjukkan
bahwa beberapa ternak berpotensi untuk terinfeksi oleh lebih dari satu jenis
parasit darah (Babesia spp, Theileria spp dan Trypanosoma spp) (OIE, 2014).
Diagnosa penyakit memerlukan
pengamatan spesimen di laboratorium agar penyebab penyakit dapat diketahui
secara tepat. Spesimen adalah segala sesuatu (benda, organ, feses, atau darah
dan lain-lainnya) yang diduga mengandung kuman bibit penyebab penyakit
(Subronto, 2003).
Adapun yang melatar belakangi praktikum ini adalah untuk mengetahui cara
mengambil dan menangani sampel ternak untuk peneguhan diagnosa suatu penyakit
yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit darah, endoparasit, maupun
ektoparasit.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dari praktek lapang ini adalah bagaimana
cara pengambilan spesimen darah pada ternak sapi?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dalam praktek lapang ini adalah untuk mengetahui cara pengambilan spesimen darah
pada ternak sapi.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Spesimen
Spesimen
adalah contoh bahan pemeriksaan penyakit yang berasal dari hewan, bahan asal
hewan, dan hasil bahan hewan yang dicurigai. Sumber spesimen berasal dari hewan
itu sendiri antara lain darah, feses, material kulit, dan organ serta berasal
dari lingkungan seperti pakan, air, dan tanah. Pengambilan spesimen merupakan
tindakan perlakuan pada media pembawa dengan cara mengambil sejumlah spesimen
untuk kepentingan pengujian, identifikasi, dan peneguhan diagnosa hama dan
penyakit hewan sesuai ketentuan dan tata cara pengambilan spesimen yang benar
(Aminah, 2017).
Penyakit
parasit darah tersebut umumnya disebarkan melalui vector mekanik atau biologis.
Caplak dari genus Boophilus, Hyalomma dan Amblyomma dilaporkan
sebagai vektor yang efektif untuk parasit darah Babesia spp., dan Theileria
spp. (OIE 2014), sedangkan lalat genus Haematophagus, Tabanus dan Stomoxys
merupakan vektor utama dari parasit Trypanosoma spp. (OIE 2012). Keberadaan
vektor ini menyebabkan penyebaran penyakit parasit tersebar luas dengan cepat.
Protozoa darah seperti Trypanosoma sp, Babesia sp dan
Theileria sp merupakan
genus protozoa yang berpredileksi pada sel darah sapi. Penyakit yang disebabkan
protozoa darah ini akan mengakibatkan rusak atau hancurnya sel-sel darah sapi
yang akan mengakibatkan sapi mengalami kekurangan sel darah merah (anemia).
Akibat anemia ini selanjutnya akan berdampak gangguan fungsional pada semua
sistem tubuh baik sistem pernafasan, sistem pencernaan, sitem sirkulasi, sistem
reproduksi dan pada akhirnya akan mengakibatkan kematian, sehingga dari skala
usaha peternakan penyakit ini sangat merugikan (Taylor, 2007).
Virus adalah
parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Secara umum virus
merupakan partiel yang tersusun atas elemen genetik yang mengandung salah satu
asam nukleat yaitu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang
berbeda, yaitu secara intraseluler dalam tubuh inang dan ekstraseluler diluar
tubuh inang (Dudi dkk., 2017).
Penyakit yang disebabkan parasit
terutama cacing pada hewan di peternakan merupakan salah satu permasalahan yang
sering dihadapi peternak. Pola pemberian pakan, faktor-faktor lingkungan (suhu,
kelembapan, dan curah hujan), serta sanitasi kandang yang kurang baik dapat
mempengaruhi berkembangnya parasit khususnya cacing saluran pencernaan pada
hewan ternak. Kehadiran cacing dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan
kerusakan mukosa usus yang dapat menurunkan efisiensi penyerapan makanan (Dwinata,
2004).
Sebagaimana Firman Allah swt dalam
Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 66 sebagai berikut:
¨bÎ)ur ö/ä3s9 Îû ÉO»yè÷RF{$# Zouö9Ïès9 ( /ä3É)ó¡S $®ÿÊeE Îû ¾ÏmÏRqäÜç/ .`ÏB Èû÷üt/ 7^ösù 5Qyur $·Yt7©9 $TÁÏ9%s{ $Zóͬ!$y tûüÎ/Ì»¤±=Ïj9 ÇÏÏÈ
Terjemahnya:
Dan
Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu.
kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu
yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya.
Maksud dari
ayat tersebut adalah sebagaimana Allah swt telah menciptakan binatang ternak
dengan segala kelengkapan dari padanya untuk untuk digunakan dan dimanfaatkan
sebaik mungkin untuk kebutuhan sehari-hari.
B. Cara Pengambilan Spesimen
Menurut Berata et.al., (2016) Pengambilan Sampel Darah dan Preparasi Serum
dan Plasma adalah sebagai berikut:
Sampel darah dari masing-masing
sapi bali diambil sebanyak 10 mL untuk memperoleh plasma darah dan serum. Darah
diambil dari Vena jugularis dan ditampung dalam tabung (Vacum tube) berisi ethylene diamine tetraacetic acid
(EDTA) 0,5% untuk memperoleh plasma darah,
dan tabung tanpa EDTA untuk memperoleh serum. Darah dalam tabung dibiarkan
dalam suhu kamar selama dua jam, selanjutnya disentrifugasi 2.000 rpm selama 10
menit untuk mengeluarkan serum. Pada tabung berisi EDTA digoyang-goyang agar
terjadi homogenisasi plasma darah.
Darah diambil secara simultan
dengan menggunakan dua tabung penampung yaitu satu tabung yang tidak diisi EDTA
dan tabung yang lain berisi EDTA 0,5%. Darah pada tabung tanpa EDTA bertujuan
untuk memperoleh serum yang dipakai bahan untuk pemeriksaan SGPT dan SGOT.
Tabung penampung darah yang berisi EDTA bertujuan untuk mendapatkan plasma
darah, sebagai material pemeriksaan logam berat Pb.
Cara pengambilan sampel darah pada
ternak sapi yakni dengan menglas daerah leher
dengan kapas alkohol 70% supaya area vena terlihat jelas dan untuk membersihkan
area penusukan dari kotoran yang dapat mencemari darah kemudian menekan
pembuluh darah (Vena Jugularis) dengan ibu jari sehingga akan terlihat vena mengelembung,
lalu tusukkan jarum syringe 5 ml (jarum 22G x 11/2) atau jarum syringe 10 ml
(jarum 21G x 11/2) tepat pada venanya, jika sudah terlihat darah masuk ke
syiringe, tarik piston perlahan-lahan , jika darah sudah cukup, maka tarik
syringe perlahan-lahan, tekan area bekas pengambilan darah dengan ibu jari yang
lapisi kapas kering dan terakhir beri label identitas darah (Sumarjo, 2011).
Menurut Aminah, (2017) Pengambilan spesimen
bertujuan untuk melaksanakan diagnosa penyakit, untuk memperoleh situasi
kesehatan, untuk memonitor respon kekebalan hasil vaksinasi, dan untuk
memonitor status penyakit. Dalam pengambilan sampel ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu :
1. Mengambil
sampel dengan cara yang benar.
2. Mendapatkan
jumlah yang cukup.
3. Menghindari
terjadinya stress atau luka pada hewan.
4. Menghindarkan
bahaya terhadap operator.
5. Melakukan
secara aseptis, terutama isolasi mikroorganisme.
6. Menghindari
terjadi kontaminasi silang terutama pengambilan sampel dari saluran pencernaan
dan organ lain.
Cara pengambilan darah biasanya diambil pada saat
demam tinggi, dari vena cubiti. Pertama-tama dilakukan palpasi untuk mencari
letak vena yang akan diambil. Sebelum pengambilan kulit sekitarnya diusap
dengan antiseptik, misalnya Jodium tincture 2%, atau alkhohol 80%. Setelah itu
tidak boleh dilakukan palpasi lagi, juga tidak boleh mengusap jarum suntik
dengan kapas alkohol.
Menurut
Bambang (2000), pada
hewan ternak pengambilan sampel darah ternak dapat dilakukan pada beberapa
tempat yaitu:
a.
Vena jugularis
Pembuluh darah vena jugularis
teletak pada bagian leher hewan. Pengambilan darah melalui vena jugularis dapat
dilakukan pada segala usia hewan, baik pada hewan usia muda dan tua. Sebelum
dilakukan pengambilan darah lebih baik hewan di restrain terlebih dahulu untuk
mencegah stres pada hewan maupun untuk keamanan hewan dan petugas pengambil
darah.
Teknik pengambilan darah melalui vena jugularis adalah kepala hewan
diteggakan kemudan berikan penekanan pada vena jugularis di sekitar area
pangkal leher supaya darah menjadi sedikit tersumbat dan ukuran vena jugularis
mengembang. Kemudian tusukkan jarum secara lembut dan perlahan menembus kulit
dan vena jugularis, arahkan jarum
dengan sudut sekitar 20o dengan permukaan kulit. Setelah itu tarik
ujung syringue/spoit untuk mengambil darah sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan. Tekan bekas suntikan setelah darah selesai diambil untuk
menghentikan pendarahan pada leher sapi.
b. Vena cephalica antibrachii anterior
Pengambilan darah melalui vena ini
biasa dilakukan pada ruminansia kecil seperti kambing dan domba. Pembuluh darah
vena cepcilica antibrachii anterior terletak pada distal anterior kaki depan
domba. Apabila ingin mengambil sampel darah pada daerah ini akan lebih mudah
apabila ternak diposisikan dengan keadan ternak rebah.
c.
Vena coccygea
Pengambilan
darah melalui vena coccygea sering
digunakan pada hewan yang berusia tua dan sering dilakukan pada hewan sapi,
jarang pada ruminansia kecil seperti domba dan kambing. Sebelum dilakulkan
pengambilan darah hewan perlu direstrain terlebih dulu.
Cara
pengambilan darah melalui vena coccygea
adalah ekor hewan diangkat secara horisontal. Tekan pangkal ekor untung
menyumbat aliran darah pada vena coccygea
sehingga vena terlihat mengembang. Gunakan jarum yang lebih kecil dibandingkan
untuk pengambilan melalui vena jugularis
karena vena coccygea berukuran lebih
kecil. Setelah vena coccygea berhasil
terfiksir, darah diambil sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan.
d.
Vena femoralis
Pengambilan darah melaui vena femoralis jarang dilakukan pada
sapi, biasanya dilakukan pada kambing atau domba. Pembuluh darah vena femoralis terletak pada daerah
proksimomedial kaki belakang. Pengambilan darah pada daerah ini cukup sulit.
Lebih mudah dilakukan jika domba direbahkan.
Menurut Depdiknas (2013), peralatan
yang biasa digunakan dalam pengambilan darah adalah :
1). Jarum suntik (syrinue)
dan spoit
Ukuran
jarum suntik harus disesuaikan dengan jenis hewan yang akan diambil darahnya
sementara itu volume spoit harus disesuaikan dengan jenis hewan dan jumlah
darah yang akan diambil untuk keperluan pengujian.
2). Vacuum tube
Terdapat
beberapa jenis vacuum tube diantaranya lithium heparin (tutup tabung berwarna
hijau), tidak berheparin (tutup tabung berwarna merah) dan EDTA heparin (tutup
tabung berwarna merah) yang masing-masing memiliki kegunaan yang berbeda
tergantung tujuan dari pengambilan darah. Pada vacuum tube perlu juga
diperhatikan tanggal kadaluarsanya karena ini akan mempengaruhi hasil dari
sample darah yang diambil. Selain itu perlu diperhatikan juga volume tabung
yang akan digunakan. Terdapat dua macam tabung berdasarkan volumenya yaitu 4ml
dan 9ml. Gunakan vacuum tube sesuai jumlah sampel darah yang akan diambil
3). Pendingin untuk transportasi darah
dari lokasi pengambilan darah ke laboratorium.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Waktu
dan tempat dilaksanakannya praktikum ini yaitu pada hari Sabtu tanggal 18 Mei 2019 Pukul
07.00 – 10.00 Wita dan
bertempat di Samata Intergrate
Farming Sistem (SIFS), Kelurahan Samata, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
B.
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktek lapang ini adalah botol steril
100 ml, masker, kandang jepit, tali pengikat dan vacum tube.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktek lapang ini
adalah jarum
suntik kapas alkohol, spoid
dan ternak sapi bali betina.
C.
Prosedur Kerja
Prosedur
kerja dalam praktek lapang ini adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan alat dan bahan.
2.
Menyiapkan ternak dalam posisi berdiri.
3.
Menemukan vena jugularis pada ternak yaitu pada
bagian leher.
4.
Membersihkan daerah sekitar yang akan ditusuk dengan
menggunakan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol. Kemudian menusukkan jarum
di bagian vena.
5.
Menusukkan jarum suntik yang steril dengan sudut 300 ke
arah atas pada pembuluh darah dengan lubang jarum menghadap ke atas. Apabila
darah belum terhisap, artinya jarum belum masuk ke dalam pembuluh darah.
6.
Menampung darah dengan menggunakan vacum tube sesuai dengan kebutuhan.
B.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka
dapat diketahui bahwa
cara pengambilan
spesimen darah pada ternak sapi yakni dengan cara pertama-tama melakukan sanitasi
pada alat yang akan digunakan kemudian mencari letak vena pada leher yang akan diambil darahnya. Sebelum pengambilan darah kulit disekitar leher diusap dengan pelan
hingga vena jugularis terlihat jelas. Setelah itu spoid ditancapkan pada bagian leher tepatnya di vena jugularis. Setelah diperoleh darah harus segera
disimpan di
dalam lemari es.
Hal ini sesuai
dengan pendapat Sumarjo (2011), yang menyatakan bahwa cara pengambilan sampel
darah pada ternak sapi yakni dengan mengulas
daerah leher dengan kapas alkohol 70% supaya area vena terlihat jelas dan untuk
membersihkan area penusukan dari kotoran yang dapat mencemari darah kemudian
menekan pembuluh darah (Vena Jugularis)
dengan ibu jari sehingga akan terlihat vena mengelembung, lalu tusukkan jarum
syringe 5 ml (jarum 22G x 11/2”) atau jarum syringe 10 ml (jarum 21G x 11/2”)
tepat pada venanya, jika sudah terlihat darah masuk ke syiringe, tarik piston
perlahan-lahan , jika darah sudah cukup, maka tarik syringe
perlahan-lahan, tekan area bekas pengambilan darah dengan ibu jari yang lapisi
kapas kering dan terakhir beri label identitas darah.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu tata cara mengambil dan
menangani spesimen darah pada ternak sapi untuk peneguhan
diagnosa suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit darah, endoparasit,
maupun ektoparasit.
Tata cara mengambil spesimen darah yakni pertama-tama melakukan
sanitasi pada alat yang akan digunakan kemudian mencari letak vena pada leher yang akan diambil darahnya. Sebelum pengambilan darah kulit disekitar leher diusap dengan pelan
hingga vena jugularis terlihat jelas. Setelah itu spoid ditancapkan pada bagian leher tepatnya di vena
jugularis. Setelah diperoleh darah harus segera
disimpan di
dalam lemari es.
B.
Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya yaitu alat dan
bahan yang digunakan sebaiknya dilengkapi. Gunakan alat dan bahan yang baru
seperti spoid dan vacum tub agar pada saat proses pengambilan spesimen ternak
berjalan lancar dan ternak tidak kesakitan.
DAFTAR PUSTAKA
Aiello SE, and
Moses MA. 2011. Babesiosis. Di dalam: Jorgensen WK, editor. The Merk Veterinary
Manual.Ed ke-10[Internet]. [Online].http://www.merckmanuals.com/vet/circulatory_system/blood_parasite
s/babesiosis.html diakses tanggal 20 mei 2019.
Aminah, T. 2017. Penuntun Ilmu Penyakit dan Kesehatan Ternak.
UIN Press. Makassar.
Bilgic
HB, Karagenc T, Simuunza M, Shiels B, Tait A, Eren H, Weir W. 2013. Development
of a multiplex PCR assay for simultaneous detection of Theileria annulata,
Babesia bovis and Anaplasma marginale in cattle. Exp Parasitol.
133(2): 222–229.
Bock R, Jackson L, De Vos A, Jorge W.
2004.Babesiosis or cattle. Parasitology.
124: 247-269
Dudi D., Ridwan L. N., Supriyadi. 2017. Virus. (Jurnal). Universitas Garut. Semarang.
Dwinata,
M. I. 2004. Prevalensi Cacing Nematoda pada Rusa yang Ditangkarkan. Jurnal Veteriner. 6 (4): 151˗˗155
Handiwirawan
E, Subandriyo. 2004. Potensi dan
Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Bali. Wartazoa 14(3): 107-115
Kocan
KM, Fuente J, Guglielmone AA, Mele´ndez RD. 2003. Antigens and alternatives for
control of Anaplasma marginale infection in cattle. J Clin. Microbiol.
Rev. 16: 698-712.
Lubis
FY. 2006. Babesiosis (Piroplasmosis). Cermin Dunia Kedokteran 152:27- 29
Nasution
AYA. 2007. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing di Lima Kecamatan, Kota
Jambi [skripsi]. IPB Press. Bogor
[OIE] Office Internationaldes Epizooties.
2014. OIE Terrestrial Manual: Bovine Babesiosis. Office International
des Epizooties.
Sumarjo,
2011. Kesehatan
Hewan. Swagati Press. Cirebon.
Taylor, M.A., Coop, R.L., and Wall, R.L., 2007.
Veterinary Parasitology. Third Edn. Blackwell Publishing
Laporan praktikum penyakit dan kesehatan ternak (pengambilan spesimen darah)
Reviewed by Faikatushalihat
on
July 12, 2020
Rating:
No comments: