Laporan praktikum penyakit dan kesehatan ternak (biosekuriti)



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Penyakit adalah kondisi dimana tubuh mengalami gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal, pada ternak dapat disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme, trauma, keracunan, infestasi parasit, dan infeksi mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri dan protozoa. Agar ternak tidak terserang penyakit maka dapat  dilakukan pencegahan dan pengendalian melalui biosekuriti.
Biosekuriti adalah suatu langkah-langkah manajemen yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk ke dalam peternakan dan untuk mencegah penyakit yang ada di peternakan keluar menulari peternakan yang lain atau masyarakat sekitar (Payne, 2002).
Selama ini di masyarakat, biosekuriti dipahami hanya sebatas vaksinasi dan pembersihan kandang pada saat setelah panen dan ketika anak puyuh umur sehari (DOQ) akan masuk. Sebenarnya yang dimaksud dengan biosekuriti adalah mengurangi resiko yang disebabkan oleh lalulintas orang ke dalam kandang seperti pemilik kandang, tetangga, orang yang melakukan perbaikan, teman, atau pengunjung. Resiko yang disebabkan oleh binatang, baik binatang liar atau pun binatang piara, serta resiko yang disebabkan oleh benda-benda baik benda organik maupun anorganik seperti peralatan dan bahan, termasuk keranjang, alat perawatan, kotak peralatan, ember, semua alat angkut yang masuk dan bergerak di dalam peternakan. Adapun resiko-resiko yang harus dihindari di atas yang merupakan jalan masuknya bibit penyakit ke peternakan dikenal dengan akronim PATIO (People, Animal, Things Inorganik dan Organik) (Jubbs dan Dharma, 2008).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktek lapang untuk mengetahui penerapan biosekuriti di dalam suatu peternakan.
B.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam praktek lapang ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui dena dan area biosekurity 3 zona?
2.      Jelaskan pembagian 3 zona biosekurity di peternakan burung puyuh?
3.      Jelaskan penerapan sanitasi lalu lintas dan isolasi pada peternakan burung puyuh?
C.      Tujuan
Tujuan dalam praktek lapang ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui dena dan area biosekurity 3 zona.
2.      Untuk mengetahui pembagian 3 zona biosekurity di peternakan burung puyuh.
3.      Untuk mengetahui penerapan sanitasi lalu lintas dan isolasi pada peternakan burung puyuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Ternak Puyuh
Puyuh adalah spesies atau subspesies yang berasal dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan. Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Masyarakat Jepang, China, Amerika dan beberapa negara Eropa telah mengkonsumsi telur dan dagingnya karena burung puyuh bersifat dwiguna. (Tetty, 2002). 
Salah satunya adalah burung puyuh yang berasal dari Jepang. Tahun 1870, burung yang berasal dari negara jepangdisebutjapanese quail (Coturnix coturnix japonica), sedangkan di Indonesia burung puyuh masih dikatakan baru dibandingkan di negara Jepang, Cina, Amerika dan negara eropa lainnya.  (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).
Peternakan burung puyuh merupakan salah satu sektor peternakan yang paling efisien dalam menyediakan daging dan telur serta merupakan bahan makanan sumber hewani yang bergizi tinggi (Handarini dan Togatorup, 2008).
Pada umur enam minggu ternak burung puyuh sudah berproduksi, tidak membutuhkan permodalan yang besar, mudah pemeliharaannya serta dapat diusahakan pada lahan yang terbatas. Ternak burung puyuh memiliki keunggulan seperti halnya ternak unggas lainnya, antara lain kandungan protein 13,1% dan lemak 11,1% lebih baik dibandingkan dengan ternak unggas (ayam ras dan itik). Keuntungan lainnya yaitu dapat berproduksi dalam usia muda, siklus reproduksi singkat, dan tidak memerlukan lahan yang luas (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).
Kemampuan tumbuh dan berkembang biak puyuh sangat cepat, dalam waktu sekitar 42 hari puyuh telah mampu berproduksi dan dalam waktu satu tahun dapat menghasilkan tiga sampai empat keturunan. Dalam setahun puyuh mampu menghasilkan 250 – 300 butir telur. Konsumsi pakan puyuh relatif sedikit (sekitar 20 gram per ekor per hari). Hal ini sangat menguntungkan peternak karena dapat menghemat biaya pakan (Listiyowati dan Kinanti, 2009).
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al An’am/6 : 38 yaitu:
$tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# Ÿwur 9ŽÈµ¯»sÛ çŽÏÜtƒ Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u šcrçŽ|³øtä ÇÌÑÈ  
Terjemahnya:
Dan Tidak ada binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dikumpulkan.

Ayat diatas kaitannya dengan ternak puyuh yaitu Allah telah menciptakan kepada kita ternak unggas untuk diambil manfaatnya, ternak unggas yang banyak macamnya salah satunya yaitu ternak puyuh. Semua makhluk yang ada di muka bumi baik mereka binatang terbang atau binatang yang berjalan di darat, melainkan mereka itu juga merupakan umat seperti kita manusia. Dan tidak ada satupun dari isi kitab yang bukan Tuhan yang menulisnya, dan kepada Tuhanlah semua kelak dikembalikan.

B.       Ciri-Ciri Puyuh
Ciri-ciri puyuh  jantan  dewasa  terlihat  dari  bulu  bagian  leher  dan dadanya yang  berwarna  cokelat  muda.  Puyuh  jantan  mulai  berkicau  pada  umur  5-6  minggu. Selama  musim  kawin  normal,  puyuh  jantan  akan  berkicau  setiap  malam.  Puyuh betina  memiliki  warna  tubuh  mirip  puyuh jantan,  kecuali  bulu  pada  leher  dan  dada  bagian  atas  yang  berwarna  cokelat  terang  serta  terdapat  totol-totol  cokelat  tua. Bentuk  badannya  kebanyakan  lebih  besar  daripada  puyuh  jantan.  Telur  puyuh umumnya  berwarna  cokelat  tua,  biru,  putih  dengan  bintik-bintik  hitam,  cokelat, dan biru (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).
Menurut Pappas (2002), klasifikasi zoologi burung puyuh adalah sebagai berikut:
Kingdom      : Animalia
Phylum         : Chordata
Sub phylum  : Vertebrata
Class             : Aves
Ordo             : Galliformes
Famili           : Phasianidae
Sub Famili    : Phasianidae
Genus           : Coturnix
Species         : Coturnix coturnix japonica
Ukuran tubuh puyuh relatif kecil, puyuh betina dewasa mempunyai bobot sekitar 130 gram. Hal ini juga menguntungkan karena kita dapat memelihara puyuh dalam jumlah besar di lahan yang tidak terlalu luas termasuk juga dapat dipelihara di pekarangan. Ukuran telur puyuh yang kecil-kecil yaitu sekitar 10 gram per butir, serta nilai gizinya yang tidak kalah dengan telur unggas yang lain menjadikan telur puyuh lebih fleksibel untuk diolah menjadi berbagai macam masakan. Puyuh yang telah berhenti bertelur atau produksinya rendah dapat dijual atau dipotong sebagai penghasil daging yang memiliki nilai gizi dan rasa yang hampir sama dengan jenis unggas yang lain. Baik telur maupun daging puyuh cukup digemari masyarakat sehingga memudahkan dalam memasarkan produk dari budidaya puyuh di pekarangan ini (Enda dan Dewi, 2013).
Kotoran puyuh juga bisa bernilai ekonomi dengan menjadikan kotoran tersebut menjadi pupuk kandang/pupuk kompos. Cara mengumpulkan kotoran puyuh juga mudah karena kotoran dapat ditampung dengan menggunakan papan penampung kotoran yang diletakkan dibawah lantai kandang terutama untuk kandang sistem sangkar bertingkat (Enda dan Dewi, 2013).
C.  Biosekuriti
Biosekuriti berasal dari dua kata yaitu bio (hidup) dan sekuriti (pengamanan atau perlindungan). Atau secara harfiah dapat bermakna pengendalian atau pengamanan terhadap makhluk hidup. Dalam budidaya ternak, biosekuriti merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencegah penyakit masuk ke dalam peternakan ataupun menyebar keluar peternakan. Semua kegiatan dilakukan dengan tujuan memisahkan inang (ternak) dari bibit penyakit dan sebaliknya (Ida, 2017).
Menurut  Zainuddin dan Wibawan (2007), tujuan utama dari penerapan biosekuriti adalah
1.  Meminimalkan keberadaan penyebab penyakit.
2.  Meminimalkan kesempatan agen berhubungan dengan induk semang.
3. Membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin.
Menurut Buhman (2007), menerangkan bahwa komponen utama biosekuriti adalah sebagai berikut:
1. Isolasi merupakan suatu tindakan untuk mencegah kontak diantara hewan pada suatu area atau lingkungan. Tindakan yang paling penting dalam pengendalian penyakit adalah meminimalkan pergerakan hewan dan kontak dengan hewan yang baru datang. Tindakan lain yaitu memisahkan ternak berdasarkan kelompok umur atau kelompok produksi. Fasilitas yang digunakan untuk tindakan isolasi harus dalam keadaan bersih dan didisinfeksi.
2. Kontrol lalu lintas merupakan tindakan pencegahan penularan penyakit yang dibawa oleh alat angkut, hewan selain ternak (kuda, anjing, kucing, hewan liar, rodensia, dan burung), dan pengunjung. Hewan yang baru datang sebaiknya diketahui status vaksinasinya, hal ini merupakan tindakan untuk memaksimalkan biosekuriti. Oleh sebab itu, mengetahui status kesehatan hewan yang baru datang sangat penting. Kontrol lalu lintas di peternakan harus dibuat dengan baik untuk menghentikan atau meminimalkan kontaminasi pada hewan, pakan, dan peralatan yang digunakan. Alat angkut dan petugas tidak boleh keluar dari area penanganan hewan yang mati tanpa melakukan pembersihan dan desinfeksi terlebih dahulu.
3. Sanitasi merupakan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh feses. Kontaminasi feses dapat masuk melalui oral pada hewan (fecal-oral cross contamination). Kontaminasi ini dapat terjadi pada peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum. Langkah pertama tindakan sanitasi adalah untuk menghilangkan bahan organik terutama feses. Bahan organik lain yaitu darah, saliva, sekresi dari saluran pernafasan, dan urin dari hewan yang sakit atau hewan yang mati. Semua peralatan yang digunakan khususnya tempat pakan dan minum harus di- bersihkan dan didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi.
Tindakan isolasi meliputi peternakan dari lingkungan luar, jarak antara peternakan dengan rumah penduduk, pemisahan antara kandang ayam dengan unggas lain maupun hewan kesayangan lainnya, kontruksi kandang yang kokoh dan baik untuk menghindari unggas dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu lainnya, adanya rentang waktu 2-4 minggu ketika akan menyatukan unggas baru dengan yang lama dan isolasi terhadap unggas yang sakit (Siahan, 2007).
Menurut Menteri Pertanian RI (2014), pelaksanaan biosekuriti pada budi daya burung puyuh yang baik pada peternakan, sebagai berikut:
1. Tata Laksana
a. Lokasi peternakan berpagar dengan satu pintu masuk dan dipintu masuk dilakukan penyemprotan desinfektan.
b. Tata letak bangunan/kandang sesuai dengan peruntukkannya.
c. Rumah tempat tinggal, kandang burung puyuh dan kandang hewan lain ditata pada lokasi yang terpisah.
d. Pemilik/manajer harus mampu membatasi masuknya orang, hewan dan peralatan ke peternakan.
e.  Area parkir efektif, berpagar dan diberi gerbang.
f. Prosedur pelaporan yang ketat keluar masuknya staf dan pengunjung ke peternakan.
g. Gunakan tanda di pintu gerbang dan di kantor.
2. Tindakan Desinfeksi dan Sanitasi
a. Desinfeksi dilakukan pada setiap kendaraan yang keluar masuk lokasi peternakan.
b. Tempat/bak untuk cairan desinfektan dan tempat cuci tangan disediakan dan diganti setiap hari dan ditempatkan di dekat pintu masuk lokasi kandang/peternakan.
c. Pembatasan secara ketat terhadap keluar masuk material, hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran unggas, alas kandang, liter, rak telur yang dapat membawa penyakit hewan.
d. Semua material dilakukan desinfeksi dengan desinfektan sebelum masuk atau keluar lokasi peternakan.
e. Pembatasan secara ketat keluar masuk orang dan kendaraan dari dan ke lokasi peternakan.
f.  Setiap orang yang menderita sakit agar tidak memasuki kandang.
g. Setiap orang yang akan masuk atau keluar lokasi kandang, harus mencuci tangan dengan sabun/desinfektan dan mencelupkan alas kaki ke dalam tempat/bak cairan desinfektan.
h. Setiap orang yang berada di lokasi kandang, harus menggunakan pelindung diri seperti pakaian kandang, sarung tangan, masker (penutup hidung/mulut), sepatu boot dan penutup kepala.
i. Setiap orang harus melakukan tindakan desinfeksi diri sebelum dan sesudah bekerja di lokasi peternakan.
j.  Mencegah keluar masuknya tikus (rodensia), serangga, dan unggas lain seperti ayam, itik, entok, burung liar yang dapat berperan sebagai vektor penyakit ke lokasi peternakan.
k. Kandang, tempat makan dan minum, sisa alas kandang/litter dan kotoran kandang dibersihkan secara berkala sesuai prosedur.
l.  Tidak diperbolehkan makan, minum, meludah dan merokok selama berada di lokasi kandang.
m. Tidak membawa burung puyuh yang mati atau sakit keluar dari area peternakan.
n.  Burung puyuh yang mati di dalam area peternakan harus dibakar dan dikubur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
o. Kotoran burung puyuh diolah misalnya dengan dibuat kompos sebelum kotoran dikeluarkan dari area peternakan.
p.  Air kotor hasil proses pencucian agar langsung dialirkan keluar kandang secara terpisah melalui saluran limbah ke dalam tempat penampungan limbah sehingga tidak tergenang di sekitar kandang atau jalan masuk lokasi kandang.
Pembagian peternakan menjadi 3 (tiga) zona yaitu dengan membagi peternakan menjadi 3 (tiga) area, dari area terkotor ke paling bersih (kandang). Zona ini adalah:
 1. Zona Merah adalah zona kotor; batas antara lingkungan luar yang kotor, misalnya lokasi penerimaan dan penyimpanan Egg tray/box bekas telur, lokasi penerimaan tamu seperti pembeli ayam/telur, Technical service, pengunjung. Pada area ini, sangat dimungkinkan terjadi cemaran penyakit (Yang, 2019).
2. Zona kuning adalah zona transisi dari zona merah (kotor) ke zona hijau (bersih). Area ini hanya terbatas untuk truk, ransum, DOC, telur. Zona ini hanya diperuntukkan bagi pekerja kandang, penempatan egg tray yang sudah bersih dan yang sudah terisi telur (Yang, 2019).
3. Zona hijau adalah zona bersih yang berisi unggas yang diternakan. Zona ini harus selalu terjaga dan terhindar dari berbagai cemaran penyakit. Yang berada didalam area ini hanyalah pekerja kandang. Semua yang akan masuk kedalam zona hijau, diwajibkan untuk mengikuti prosedur pembersihan yang telah diterapkan pada tiap tiap peternakan (Yang, 2019).

BAB III
METODE PRAKTEK LAPANG

A.      Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat dilaksanakannya praktek ini yaitu hari sabtu tanggal 11 Mei 2019 pukul 07.00- 10.00 WITA dan bertempat di Djion Puyuh Makassar  jalan Macanda Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.
B.       Alat dan Bahan
1.    Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah ember, sapu lidi, sikat dan tangki.
2.    Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air, sabun dan tali rafia.
C.      Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu:
1.    Menyiapkan alat dan bahan.
2.    Mencuci tangan dan sepatu dengan menggunakan sabun.
3.    Mengganti baju dengan baju khusus dan engganti alas kaki dengan sepatu boots.
4.    Sebelum masuk di dalam kandang terlebih dahulu seluruh tubuh disemprot dengan menggunakan disinfektan.
5.    Melakukan sanitasi kandang.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.   Hasil Pengamatan
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan di atas pada gambar denah area peternakan Djion puyuh Makassar terdapat 3 zona. Zona yang pertama yaitu zona merah (zona kotor) dimana sebelum memasuki area peternakan pengunjung atau tamu peternakan diharapkan mengganti alas kaki dan mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Yang (2019), yang menyatakan zona Merah adalah zona kotor; batas antara lingkungan luar yang kotor, misalnya lokasi penerimaan tamu seperti pembeli ayam/telur, Technical service, pengunjung.
Zona kedua yaitu zona kuning dimana di zona ini pengunjug harus mengganti baju dengan menggunakan baju khusus kemudian menggunakan sepatu booth setelah itu disemprot terlebih dahulu sebelum masuk kandang dengan menggunakan desinfektan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yang (2019), yang menyatakan zona kuning adalah zona transisi dari zona merah (kotor) ke zona hijau (bersih). Zona ini hanya diperuntukkan bagi pekerja kandang, penempatan egg tray yang sudah bersih dan yang sudah terisi telur.
Zona ketiga yaitu zona hijau (Zona bersih), zona ini merupakan area yang terbatas hanya orang yang ditugaskan dan sudah mengganti pakaian dan alas kaki yang boleh masuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Yang (2019), yang menyatakan Zona hijau adalah zona bersih yang berisi unggas yang diternakan. Zona ini harus selalu terjaga dan terhindar dari berbagai cemaran penyakit. Yang berada didalam area ini hanyalah pekerja kandang. Semua yang akan masuk kedalam zona hijau, diwajibkan untuk mengikuti prosedur pembersihan yang telah diterapkan pada tiap tiap peternakan.
Penerapan biosekuriti pada peternakan Djion puyuh Makassar dilakukan sanitasi dengan membersihkan area kandang puyuh seperti tempat feses dan lantai sampai bersih. Hal ini sesuai dengan pendapat Buhman (2007), yang menyatakan sanitasi merupakan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh feses. Langkah pertama tindakan sanitasi adalah untuk menghilangkan bahan organik terutama feses.
Isolasi pada peternakan Djion puyuh Makassar tidak terdapat daerah khusus isolasi untuk karantina ternak yang sakit. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Siahan (2007) yang menyatakan bahwa tindakan isolasi meliputi peternakan dari lingkungan luar, jarak antara peternakan dengan rumah penduduk, pemisahan antara kandang ayam dengan unggas lain maupun hewan kesayangan lainnya, kontruksi kandang yang kokoh dan baik untuk menghindari unggas dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu lainnya, adanya rentang waktu 2-4 minggu ketika akan menyatukan unggas baru dengan yang lama dan isolasi terhadap unggas yang sakit.
Pengaturan lalu lintas dimana seluruh pengunjung yang datang harus membersihkan tangan dan alas kaki terlebih dahulu sebelum masuk ke kandang setelah itu mengganti baju dengan baju khusus dan menggunakan sepatu boots selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Buhman (2017) yang menyatakan kontrol lalu lintas merupakan tindakan pencegahan penularan penyakit yang dibawa oleh alat angkut, hewan dan pengunjung. Kontrol lalu lintas di peternakan harus dibuat dengan baik untuk menghentikan atau meminimalkan kontaminasi pada hewan, pakan, dan peralatan yang digunakan. Alat angkut dan petugas tidak boleh keluar dari area penanganan hewan yang mati tanpa melakukan pembersihan dan desinfeksi terlebih dahulu
BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan pada pengamatan ini adalah biosekuriti adalah suatu langkah-langkah manajemen yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk ke dalam peternakan dan untuk mencegah penyakit yang ada di peternakan keluar menulari peternakan yang lain atau masyarakat sekitar. Penerapan biosekuriti ini ada tiga yaitu isolasi, pengaturan lalu lintas dan sanitasi. Pada peternakan Djion puyuh Makassar penerapannya dengan melakukan sanitasi kepada para pengunjung yang datang.
B.  Saran
Saran saya pada pratikum ini adalah seharusnya cara penerapan biosekuriti pada peternakan Djion puyuh Makassar ditambahkan daerah khusus isolasi agar ternak yang sakit tidak menular pada ternak yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Buhman. 2007. Penerapan Biosecurity. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Handarini R. Saleh E. & Togatorop B., 2008. Produksi Burung Puyuh yang Diberi Ransum Dengan Penambahan Tepung Umbut Sawit Fermentasi. Agribisnis Peternakan, Vol. 4. No. 3. Hal. 107.
Ida, Bagus, Ngurah, Swacita. 2017. Bahan Ajar Kesehatan Masyarakat Veteriner Biosekkuriti. Universitas Udayana. Bali.
Jubb T dan Dharma D, 2009, Biosecurity Risk Management Planning, A Training Course Manual Book.
Listiyowati, E. Dan Kinanti R. 2009. Beternak Puyuh Secara Komersial.            Panebar Swadaya. Jakarta.
Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 33/Permentan/Ot.140/2/2014 Tanggal: 24 Februari 2014. Pedoman Budi Daya Burung Puyuh Yang Baik.
Pappas, J. 2002. Coturnix japonica. Animal diversity.
Payne JB, Kroger EC, Watkins SE. 2002. Evaluation of litter treatments on Salmonella recovery from poultry litter. J. Appl. Poult. Res. 11: 239-243.
Subekti, Endah. Hastuti Dewi. 2013. Budidaya Puyuh (Coturnix Coturnix  Japonica)  Di Pekarangan Sebagai Sumber Protein Hewani  Dan Penambah Income Keluarga. Jurnal Vol 9. No. 1. 2013. Hal 1-10. Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang. Semarang.
Tetty. 2002. Puyuh si mungil penuh potensi. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Tim Karya Tani Mandiri., 2009. Pedoman Budidaya Beternak Burung Puyuh.  Nuansa Aulia. Bandung
Yang, Sri, Romadona. 2019. Kajian Biosekuriti Peternakan Ayam Dalam Menunjang Produksi. Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur. Jawa Timur.
Zainuddin dan Wibawan. 2007. Biosecurity. Agro Media Pustaka. Jakarta.


Laporan praktikum penyakit dan kesehatan ternak (biosekuriti) Laporan praktikum penyakit dan kesehatan ternak (biosekuriti) Reviewed by Faikatushalihat on July 12, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.