BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit adalah kondisi dimana tubuh mengalami
gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak
normal, pada ternak dapat disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif,
gangguan metabolisme, trauma, keracunan, infestasi parasit, dan infeksi
mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri dan protozoa. Agar ternak tidak
terserang penyakit maka dapat dilakukan
pencegahan dan pengendalian melalui biosekuriti.
Biosekuriti adalah
suatu langkah-langkah manajemen yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk
ke dalam peternakan dan untuk mencegah penyakit
yang ada di peternakan keluar menulari peternakan yang lain atau masyarakat sekitar (Payne, 2002).
Selama ini di
masyarakat, biosekuriti dipahami hanya sebatas vaksinasi dan pembersihan kandang pada saat setelah panen
dan ketika anak puyuh umur sehari (DOQ) akan masuk.
Sebenarnya yang dimaksud dengan biosekuriti adalah mengurangi resiko yang disebabkan oleh lalulintas orang ke
dalam kandang seperti pemilik kandang, tetangga, orang yang melakukan perbaikan, teman, atau
pengunjung. Resiko yang disebabkan oleh binatang, baik binatang liar atau pun binatang piara, serta resiko yang
disebabkan oleh benda-benda baik
benda organik maupun anorganik seperti peralatan dan bahan, termasuk keranjang, alat perawatan, kotak peralatan,
ember, semua alat angkut yang masuk dan bergerak di dalam peternakan. Adapun resiko-resiko
yang harus dihindari di atas yang merupakan jalan masuknya bibit penyakit ke
peternakan dikenal dengan akronim PATIO (People,
Animal, Things Inorganik dan Organik) (Jubbs dan Dharma, 2008).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktek lapang untuk mengetahui
penerapan biosekuriti di dalam suatu peternakan.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam praktek lapang ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui dena dan area biosekurity 3 zona?
2. Jelaskan pembagian 3 zona biosekurity di peternakan
burung puyuh?
3. Jelaskan penerapan sanitasi lalu lintas dan isolasi pada
peternakan burung puyuh?
C.
Tujuan
Tujuan dalam praktek lapang ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dena dan area biosekurity 3 zona.
2. Untuk mengetahui pembagian 3 zona biosekurity di
peternakan burung puyuh.
3. Untuk mengetahui penerapan sanitasi lalu lintas dan
isolasi pada peternakan burung puyuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Ternak Puyuh
Puyuh adalah spesies atau subspesies yang
berasal dari genus Coturnix yang
tersebar di seluruh daratan. Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak
dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek.
Masyarakat Jepang, China, Amerika dan beberapa negara Eropa telah mengkonsumsi
telur dan dagingnya karena burung puyuh bersifat dwiguna. (Tetty, 2002).
Salah satunya adalah burung puyuh yang berasal
dari Jepang. Tahun 1870, burung yang berasal dari negara jepangdisebutjapanese
quail (Coturnix coturnix japonica), sedangkan di Indonesia burung puyuh masih dikatakan
baru dibandingkan di negara Jepang, Cina, Amerika dan negara eropa
lainnya. (Listiyowati dan Roospitasari,
2009).
Peternakan
burung puyuh merupakan salah satu sektor peternakan yang paling efisien dalam
menyediakan daging dan telur serta merupakan bahan makanan sumber hewani yang
bergizi tinggi (Handarini dan
Togatorup, 2008).
Pada
umur enam minggu ternak burung puyuh sudah berproduksi, tidak membutuhkan
permodalan yang besar, mudah pemeliharaannya serta dapat diusahakan pada lahan
yang terbatas. Ternak burung puyuh memiliki keunggulan seperti halnya ternak
unggas lainnya, antara lain kandungan protein 13,1% dan lemak 11,1% lebih baik
dibandingkan dengan ternak unggas (ayam ras dan itik). Keuntungan lainnya yaitu
dapat berproduksi dalam usia muda, siklus reproduksi singkat, dan tidak
memerlukan lahan yang luas (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).
Kemampuan
tumbuh dan berkembang biak puyuh sangat cepat, dalam waktu sekitar 42 hari
puyuh telah mampu berproduksi dan dalam waktu satu tahun dapat menghasilkan
tiga sampai empat keturunan. Dalam setahun puyuh mampu menghasilkan 250 – 300
butir telur. Konsumsi pakan puyuh relatif sedikit (sekitar 20 gram per ekor per
hari). Hal ini sangat menguntungkan peternak karena dapat menghemat biaya pakan
(Listiyowati dan Kinanti, 2009).
Sebagaimana
Allah SWT berfirman
dalam Q.S. Al An’am/6 : 38 yaitu:
$tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wur 9ȵ¯»sÛ çÏÜt Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u crç|³øtä ÇÌÑÈ
Terjemahnya:
Dan Tidak ada
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan
di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dikumpulkan.
Ayat diatas kaitannya dengan ternak puyuh yaitu Allah telah menciptakan
kepada kita ternak unggas untuk diambil
manfaatnya, ternak unggas yang banyak macamnya salah satunya yaitu ternak
puyuh. Semua makhluk yang ada di muka bumi baik mereka binatang terbang atau
binatang yang berjalan di darat, melainkan mereka itu juga merupakan umat
seperti kita manusia. Dan tidak ada satupun dari isi kitab yang bukan Tuhan
yang menulisnya, dan kepada Tuhanlah semua kelak dikembalikan.
B.
Ciri-Ciri Puyuh
Ciri-ciri puyuh jantan
dewasa terlihat dari
bulu bagian leher
dan dadanya yang berwarna cokelat
muda. Puyuh jantan
mulai berkicau pada
umur 5-6 minggu. Selama musim
kawin normal, puyuh
jantan akan berkicau
setiap malam. Puyuh betina memiliki
warna tubuh mirip
puyuh jantan, kecuali bulu
pada leher dan
dada bagian atas
yang berwarna cokelat
terang serta terdapat
totol-totol cokelat tua. Bentuk
badannya kebanyakan lebih
besar daripada puyuh
jantan. Telur puyuh umumnya
berwarna cokelat tua,
biru, putih dengan
bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru (Listiyowati dan
Roospitasari, 2009).
Menurut Pappas (2002), klasifikasi zoologi
burung puyuh adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum :
Chordata
Sub phylum :
Vertebrata
Class :
Aves
Ordo :
Galliformes
Famili :
Phasianidae
Sub Famili :
Phasianidae
Genus : Coturnix
Species :
Coturnix coturnix japonica
Ukuran tubuh puyuh relatif kecil, puyuh betina
dewasa mempunyai bobot sekitar 130 gram. Hal ini juga menguntungkan karena kita
dapat memelihara puyuh dalam jumlah besar di lahan yang tidak terlalu luas
termasuk juga dapat dipelihara di pekarangan. Ukuran telur puyuh yang
kecil-kecil yaitu sekitar 10 gram per butir, serta nilai gizinya yang tidak
kalah dengan telur unggas yang lain menjadikan telur puyuh lebih fleksibel
untuk diolah menjadi berbagai macam masakan. Puyuh yang telah berhenti bertelur
atau produksinya rendah dapat dijual atau dipotong sebagai penghasil daging
yang memiliki nilai gizi dan rasa yang hampir sama dengan jenis unggas yang
lain. Baik telur maupun daging puyuh cukup digemari masyarakat sehingga
memudahkan dalam memasarkan produk dari budidaya puyuh di pekarangan ini (Enda dan Dewi, 2013).
Kotoran puyuh juga bisa bernilai ekonomi dengan
menjadikan kotoran tersebut menjadi pupuk kandang/pupuk kompos. Cara
mengumpulkan kotoran puyuh juga mudah karena kotoran dapat ditampung dengan
menggunakan papan penampung kotoran yang diletakkan dibawah lantai kandang
terutama untuk kandang sistem sangkar bertingkat (Enda dan Dewi, 2013).
C.
Biosekuriti
Biosekuriti
berasal dari dua kata yaitu bio (hidup) dan sekuriti (pengamanan
atau perlindungan). Atau secara harfiah dapat bermakna pengendalian atau
pengamanan terhadap makhluk hidup. Dalam budidaya ternak, biosekuriti merupakan
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencegah penyakit masuk ke dalam
peternakan ataupun menyebar keluar peternakan. Semua kegiatan dilakukan dengan
tujuan memisahkan inang (ternak) dari bibit penyakit dan sebaliknya (Ida, 2017).
Menurut
Zainuddin dan
Wibawan (2007), tujuan utama dari
penerapan biosekuriti adalah
1. Meminimalkan keberadaan
penyebab penyakit.
2. Meminimalkan
kesempatan agen berhubungan dengan induk semang.
3. Membuat tingkat
kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin.
Menurut
Buhman (2007),
menerangkan bahwa komponen utama biosekuriti adalah sebagai berikut:
1. Isolasi
merupakan suatu tindakan untuk mencegah kontak diantara hewan pada suatu area
atau lingkungan. Tindakan yang paling penting dalam pengendalian penyakit
adalah meminimalkan pergerakan hewan dan kontak dengan hewan yang baru datang.
Tindakan lain yaitu memisahkan ternak berdasarkan kelompok umur atau kelompok
produksi. Fasilitas yang digunakan untuk tindakan isolasi harus dalam keadaan
bersih dan didisinfeksi.
2. Kontrol lalu
lintas merupakan tindakan pencegahan penularan penyakit yang dibawa oleh alat
angkut, hewan selain ternak (kuda, anjing, kucing, hewan liar, rodensia, dan
burung), dan pengunjung. Hewan yang baru datang sebaiknya diketahui status
vaksinasinya, hal ini merupakan tindakan untuk memaksimalkan biosekuriti. Oleh
sebab itu, mengetahui status kesehatan hewan yang baru datang sangat penting.
Kontrol lalu lintas di peternakan harus dibuat dengan baik untuk menghentikan
atau meminimalkan kontaminasi pada hewan, pakan, dan peralatan yang digunakan.
Alat angkut dan petugas tidak boleh keluar dari area penanganan hewan yang mati
tanpa melakukan pembersihan dan desinfeksi terlebih dahulu.
3. Sanitasi
merupakan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh feses.
Kontaminasi feses dapat masuk melalui oral pada hewan (fecal-oral cross
contamination). Kontaminasi ini dapat terjadi pada peralatan yang digunakan
seperti tempat pakan dan minum. Langkah pertama tindakan sanitasi adalah untuk
menghilangkan bahan organik terutama feses. Bahan organik lain yaitu darah,
saliva, sekresi dari saluran pernafasan, dan urin dari hewan yang sakit atau
hewan yang mati. Semua peralatan yang digunakan khususnya tempat pakan dan
minum harus di- bersihkan dan didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi.
Tindakan
isolasi meliputi peternakan dari lingkungan luar, jarak antara peternakan
dengan rumah penduduk, pemisahan antara kandang ayam dengan unggas lain maupun
hewan kesayangan lainnya, kontruksi kandang yang kokoh dan baik untuk
menghindari unggas dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu lainnya,
adanya rentang waktu 2-4 minggu ketika akan menyatukan unggas baru dengan yang
lama dan isolasi terhadap unggas yang sakit (Siahan, 2007).
Menurut
Menteri Pertanian RI (2014), pelaksanaan biosekuriti
pada budi daya burung puyuh yang baik pada peternakan, sebagai berikut:
1. Tata Laksana
a. Lokasi peternakan berpagar dengan satu
pintu masuk dan dipintu masuk dilakukan penyemprotan desinfektan.
b. Tata letak bangunan/kandang sesuai dengan
peruntukkannya.
c. Rumah tempat tinggal, kandang burung puyuh
dan kandang hewan lain ditata pada lokasi yang terpisah.
d. Pemilik/manajer
harus mampu membatasi masuknya orang, hewan dan peralatan ke peternakan.
e. Area
parkir efektif, berpagar dan diberi gerbang.
f. Prosedur pelaporan yang ketat keluar masuknya
staf dan pengunjung ke peternakan.
g. Gunakan tanda di pintu gerbang dan di
kantor.
2. Tindakan
Desinfeksi dan Sanitasi
a. Desinfeksi dilakukan pada setiap
kendaraan yang keluar masuk lokasi peternakan.
b. Tempat/bak untuk cairan desinfektan dan
tempat cuci tangan disediakan dan diganti setiap hari dan ditempatkan di dekat
pintu masuk lokasi kandang/peternakan.
c. Pembatasan secara ketat terhadap keluar
masuk material, hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran unggas, alas
kandang, liter, rak telur yang dapat membawa penyakit hewan.
d. Semua material dilakukan desinfeksi
dengan desinfektan sebelum masuk atau keluar lokasi peternakan.
e. Pembatasan secara ketat keluar masuk
orang dan kendaraan dari dan ke lokasi peternakan.
f. Setiap
orang yang menderita sakit agar tidak memasuki kandang.
g. Setiap orang yang akan masuk atau keluar
lokasi kandang, harus mencuci tangan dengan sabun/desinfektan dan mencelupkan
alas kaki ke dalam tempat/bak cairan desinfektan.
h. Setiap orang yang berada di lokasi
kandang, harus menggunakan pelindung diri seperti pakaian kandang, sarung
tangan, masker (penutup hidung/mulut), sepatu boot dan penutup kepala.
i. Setiap orang harus melakukan tindakan
desinfeksi diri sebelum dan sesudah bekerja di lokasi peternakan.
j. Mencegah
keluar masuknya tikus (rodensia), serangga, dan unggas lain seperti ayam, itik,
entok, burung liar yang dapat berperan sebagai vektor penyakit ke lokasi
peternakan.
k. Kandang, tempat makan dan minum, sisa
alas kandang/litter dan kotoran kandang dibersihkan secara berkala sesuai
prosedur.
l. Tidak
diperbolehkan makan, minum, meludah dan merokok selama berada di lokasi kandang.
m. Tidak
membawa burung puyuh yang mati atau sakit keluar dari area peternakan.
n. Burung
puyuh yang mati di dalam area peternakan harus dibakar dan dikubur sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
o. Kotoran burung puyuh diolah misalnya
dengan dibuat kompos sebelum kotoran dikeluarkan dari area peternakan.
p. Air
kotor hasil proses pencucian agar langsung dialirkan keluar kandang secara
terpisah melalui saluran limbah ke dalam tempat penampungan limbah sehingga
tidak tergenang di sekitar kandang atau jalan masuk lokasi kandang.
Pembagian
peternakan menjadi 3 (tiga) zona yaitu dengan membagi peternakan menjadi 3
(tiga) area, dari area terkotor ke paling bersih (kandang). Zona ini adalah:
1. Zona Merah adalah zona kotor; batas antara
lingkungan luar yang kotor, misalnya lokasi penerimaan dan penyimpanan Egg tray/box
bekas telur, lokasi penerimaan tamu seperti pembeli ayam/telur, Technical service,
pengunjung. Pada area ini, sangat dimungkinkan terjadi cemaran penyakit (Yang, 2019).
2. Zona kuning
adalah zona transisi dari zona merah (kotor) ke zona hijau (bersih). Area ini
hanya terbatas untuk truk, ransum, DOC, telur. Zona ini hanya diperuntukkan
bagi pekerja kandang, penempatan egg tray yang sudah bersih dan yang sudah
terisi telur (Yang, 2019).
3. Zona hijau
adalah zona bersih yang berisi unggas yang diternakan. Zona ini harus selalu
terjaga dan terhindar dari berbagai cemaran penyakit. Yang berada didalam area
ini hanyalah pekerja kandang. Semua yang akan masuk kedalam zona hijau,
diwajibkan untuk mengikuti prosedur pembersihan yang telah diterapkan pada tiap
tiap peternakan (Yang, 2019).
BAB III
METODE PRAKTEK LAPANG
A.
Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat
dilaksanakannya praktek ini yaitu hari sabtu
tanggal 11 Mei 2019
pukul 07.00-
10.00 WITA dan bertempat di Djion Puyuh Makassar jalan Macanda Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.
B.
Alat dan Bahan
1. Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah ember, sapu
lidi, sikat dan tangki.
2.
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air, sabun
dan tali rafia.
C.
Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu:
1. Menyiapkan alat
dan bahan.
2. Mencuci tangan
dan sepatu dengan menggunakan sabun.
3. Mengganti baju
dengan baju khusus dan engganti alas kaki dengan sepatu boots.
4. Sebelum masuk
di dalam kandang terlebih dahulu seluruh tubuh disemprot dengan menggunakan
disinfektan.
5. Melakukan
sanitasi kandang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
B.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengamatan di atas pada gambar denah area peternakan
Djion puyuh Makassar terdapat 3 zona. Zona yang pertama yaitu zona merah (zona
kotor) dimana sebelum memasuki area peternakan pengunjung atau tamu peternakan diharapkan
mengganti alas kaki dan mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yang (2019), yang menyatakan zona
Merah adalah zona kotor; batas antara lingkungan luar yang kotor, misalnya
lokasi penerimaan tamu seperti pembeli ayam/telur, Technical
service, pengunjung.
Zona
kedua yaitu zona kuning dimana di zona ini pengunjug harus mengganti baju
dengan menggunakan baju khusus kemudian menggunakan sepatu booth setelah itu
disemprot terlebih dahulu sebelum masuk kandang dengan menggunakan desinfektan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yang (2019), yang menyatakan zona kuning adalah zona
transisi dari zona merah (kotor) ke zona hijau (bersih). Zona ini hanya
diperuntukkan bagi pekerja kandang, penempatan egg tray yang sudah bersih dan
yang sudah terisi telur.
Zona
ketiga yaitu zona hijau (Zona bersih), zona ini merupakan area yang terbatas
hanya orang yang ditugaskan dan sudah mengganti pakaian dan alas kaki yang
boleh masuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Yang (2019), yang menyatakan Zona
hijau adalah zona bersih yang berisi unggas yang diternakan. Zona ini harus
selalu terjaga dan terhindar dari berbagai cemaran penyakit. Yang berada
didalam area ini hanyalah pekerja kandang. Semua yang akan masuk kedalam zona
hijau, diwajibkan untuk mengikuti prosedur pembersihan yang telah diterapkan
pada tiap tiap peternakan.
Penerapan
biosekuriti pada peternakan Djion puyuh Makassar dilakukan sanitasi dengan
membersihkan area kandang puyuh seperti tempat feses dan lantai sampai bersih. Hal
ini sesuai dengan pendapat Buhman (2007), yang menyatakan sanitasi
merupakan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh feses. Langkah pertama tindakan
sanitasi adalah untuk menghilangkan bahan organik terutama feses.
Isolasi pada
peternakan Djion puyuh Makassar tidak terdapat daerah khusus isolasi untuk
karantina ternak yang sakit. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Siahan (2007)
yang menyatakan bahwa tindakan isolasi meliputi peternakan dari lingkungan
luar, jarak antara peternakan dengan rumah penduduk, pemisahan antara kandang
ayam dengan unggas lain maupun hewan kesayangan lainnya, kontruksi kandang yang
kokoh dan baik untuk menghindari unggas dari tikus, kecoa, burung liar ataupun
hewan pengganggu lainnya, adanya rentang waktu 2-4 minggu ketika akan
menyatukan unggas baru dengan yang lama dan isolasi terhadap unggas yang sakit.
Pengaturan
lalu lintas dimana seluruh pengunjung yang datang harus membersihkan tangan dan
alas kaki terlebih dahulu sebelum masuk ke kandang setelah itu mengganti baju
dengan baju khusus dan menggunakan sepatu boots selanjutnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Buhman (2017) yang menyatakan kontrol lalu lintas merupakan tindakan
pencegahan penularan penyakit yang dibawa oleh alat angkut, hewan dan
pengunjung. Kontrol
lalu lintas di peternakan harus dibuat dengan baik untuk menghentikan atau
meminimalkan kontaminasi pada hewan, pakan, dan peralatan yang digunakan. Alat
angkut dan petugas tidak boleh keluar dari area penanganan hewan yang mati
tanpa melakukan pembersihan dan desinfeksi terlebih dahulu
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan
pada pengamatan ini adalah biosekuriti
adalah suatu langkah-langkah manajemen yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk
ke dalam peternakan dan untuk mencegah penyakit
yang ada di peternakan keluar menulari peternakan yang lain atau masyarakat sekitar. Penerapan biosekuriti
ini ada tiga yaitu isolasi, pengaturan lalu lintas dan sanitasi. Pada
peternakan Djion puyuh Makassar penerapannya dengan melakukan sanitasi kepada
para pengunjung yang datang.
B.
Saran
Saran saya pada pratikum ini adalah seharusnya cara penerapan biosekuriti pada peternakan Djion puyuh
Makassar ditambahkan daerah khusus isolasi agar ternak yang sakit tidak menular
pada ternak yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Buhman. 2007. Penerapan Biosecurity. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Handarini
R. Saleh E. & Togatorop B., 2008. Produksi
Burung Puyuh yang Diberi Ransum Dengan Penambahan Tepung Umbut Sawit Fermentasi.
Agribisnis Peternakan, Vol. 4. No. 3. Hal. 107.
Ida, Bagus, Ngurah, Swacita. 2017. Bahan
Ajar Kesehatan Masyarakat Veteriner Biosekkuriti. Universitas Udayana.
Bali.
Jubb
T dan Dharma D, 2009, Biosecurity Risk
Management Planning, A Training Course Manual Book.
Listiyowati,
E. Dan Kinanti R. 2009. Beternak Puyuh
Secara Komersial.
Panebar Swadaya. Jakarta.
Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 33/Permentan/Ot.140/2/2014
Tanggal: 24 Februari 2014. Pedoman Budi
Daya Burung Puyuh Yang Baik.
Pappas,
J. 2002. Coturnix japonica. Animal diversity.
Payne
JB, Kroger EC, Watkins SE. 2002. Evaluation
of litter treatments on Salmonella recovery from poultry litter. J. Appl.
Poult. Res. 11: 239-243.
Subekti, Endah.
Hastuti
Dewi. 2013. Budidaya Puyuh
(Coturnix Coturnix Japonica) Di Pekarangan Sebagai Sumber Protein
Hewani Dan Penambah Income Keluarga. Jurnal Vol 9. No.
1. 2013. Hal 1-10. Fakultas Pertanian,
Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Semarang.
Tetty.
2002. Puyuh si mungil penuh potensi.
Agro Media Pustaka. Jakarta.
Tim
Karya Tani Mandiri., 2009. Pedoman
Budidaya Beternak Burung Puyuh. Nuansa Aulia. Bandung
Yang, Sri, Romadona. 2019. Kajian
Biosekuriti Peternakan Ayam Dalam Menunjang Produksi. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur. Jawa Timur.
Zainuddin
dan Wibawan. 2007. Biosecurity. Agro
Media Pustaka. Jakarta.
Laporan praktikum penyakit dan kesehatan ternak (biosekuriti)
Reviewed by Faikatushalihat
on
July 12, 2020
Rating:
No comments: