BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan
dunia peternakan saat ini khususnya perunggasan di Indonesia semakin meningkat.
Peternakan perunggasan khususnya ayam merupakan penghasil daging dan telur
untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu kesehatan ternak harus
tetap terjaga agar ternak tidak terserang penyakit. Pada saat telah dilakukan
upaya dalam pembuatan obat-obatan alami dan di Indonesia sebagai daerah tropis
kaya akan berbagai macam tanaman obat-obatan yang memiliki potensi besar
sebagai alternatif obat.
Sampai
saat ini masalah yang dihadapi peternak ayam adalah biaya pakan dan obat-obatan
yang tinggi serta kematian akibat penyakit termasuk flu burung dengan kematian
mencapai 50-100%. Untuk mengatasi masalah penyakit secara konvensional
penggunaan jamu sudah dikenal sejak nenek moyang bangsa Indonesia dan secara
empiris telah terbukti dapat mencegah berbagai penyakit pada manusia. Peternak
juga telah menggunakan pengalaman ini untuk pencegahan dan pengobatan penyakit
termasuk sejak terjadinya kasus flu burung yang telah banyak memakan korban dan
kerugian material. Bahan ramuan herbal sangat mudah diperoleh dan merupakan
salah satu kebanggaan bangsa Indonesia, karena masyarakat secara turun temurun
telah memanfaatkannya (Marwandana, 2012).
Ramuan tanaman
herbal adalah obat tradisional yang terbuat dari bahan
alami terutama tumbuhan dan merupakan warisan budaya bangsa Indonesia dan telah
digunakan secara turun temurun. Ramuan tanaman obat (jamu) selain untuk
konsumsi manusia dapat digunakan untuk kesehatan ternak (Zainuddin, 2010).
Berdasarkan
uraian diatas maka dilakukan praktikum pembuatan jamu herbal yang terbuat dari
tanaman obat-obatan yang relatif murah dan mudah ditemukan karena banyak tumbuh
di lingkungan sekitar.
B. Rumusan
Masalah
Adapun Rumusan Masalah
dari praktikum ini yaitu bagaimana tata cara atau metode pembuatan jamu herbal.
C. Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari
praktikum ini yaitu untuk mengetahui tata cara atau metode pembuatan jamu
herbal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Ramuan
Herbal Sebagai Jamu Ternak
Obat
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari
bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk
menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik (Munir,
2014).
Ramuan
obat tradisional dari bahan alami tumbuh-tumbuhan telah digunakan secara turun
temurun oleh nenek moyang kita untuk
menjaga stamina dan mengobati beberapa jenis penyakit. Ramuan tradisional
tersebut sering dikenal dengan istilah jamu (Marni, 2014).
Saat
ini jamu tidak hanya digunakan untuk manusia saja, tetapi pemberian jamu sudah mulai dikenal di kalangan peternak
unggas. Mereka memanfaatkan beberapa tanaman obat sebagai obat tradisional
untuk ternaknya sebagai pengganti obat-obatan buatan pabrik yang dirasa cukup
mahal terutama bagi peternak skala menengah ke bawah (Sudirman, 2012).
Seiring
dengan perkembangan kemajuan dibidang peternakan, dituntut bahwa semua biaya
produksi harus dioptimalkan guna menghasilkan output (keluaran) yang
diharapkan. Tingginya biaya produksi terutama obat-obatan, mengharuskan para
peternak untuk mencari alternatif solusi
lain untuk mengatasi hal tersebut. Selain itu dengan
semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya keamanan pangan (Food safety) yang dikonsumsi. Sejak krisis
moneter yang terjadi di Indonesia sampai saat ini harga obat-obatan buatan
pabrik (impor) sangat mahal, sehingga tidak terjangkau oleh para petani ternak,
khususnya peternak dalam skala menengah ke bawah. Oleh karena itu peternak
berupaya mencari alternatif lain dengan memanfaatkan beberapa tanaman obat
sebagai obat tradisional yang disebut jamu hewan yang dapat diberikan dalam
bentuk larutan melalui air minum dan atau dalam bentuk simplisia (tepung) yang
dicampur kedalam ransum sebagai “Feed
additive” maupun “Feed supplement”
(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, 2013).
Jamu
hewan atau ramuan beberapa tanaman obat tersebut dapat dibuat sendiri oleh
petani ternak dan harganya lebih murah dibandingkan obat pabrik, tetapi
khasiatnya cukup baik untuk pencegahan maupun pengobatan pada ternak unggas,
antara lain penyakit gangguan pernafasan (Snot
dan CRD), koksidiosis, kurang nafsu
makan, diare, feses hijau, meningkatkan libido
seksual (Zumratun, 2012).
Allah swt berfirman dalam
surah Ash-Syu’ara / 26:19
öNs9urr& (#÷rtt n<Î) ÇÚöF{$# ö/x. $oY÷Gu;/Rr& $pkÏù `ÏB Èe@ä. 8l÷ry AOÍx. ÇÐÈ
Terjemahnya:
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi,
berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang baik (Kementrian Agama RI, 2017).
Makna ayat diatas yaitu Allah kemudian mengajak mereka untuk
belajar dari alam, agar mereka tahu bahwa hanya Allah saja yang berhak untuk
disembah dan apakah mereka yaitu orang musyrik itu tidak memperhatikan apa yang
mereka lihat di hamparan bumi, betapa banyak kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam pasangan tumbu-tumbuhan yang
baik yang membawa banyak sekali kemanfaatan bagi manusia. Bukankah itu pertanda
atas kekuasaan Allah, dan anugerahnya yang tak terhingga kepada manusia
(Kementerian Agama RI, 2017).
B.
Komponen
Bahan Penyusun Jamu Herbal
Jamu
ternak adalah ramuan tradisional yang dibuat dari bahan alami terutama tumbuhan
dan merupakan warisan budaya bangsa yang
telah digunakan turun temurun. Jamu ternak yang dibuat berasal dari kencur,
bawang putih, jahe, lengkuas, kunyit, temulawak, daun sirih, dan kayu manis.
Selain itu juga ditambah molasses dan
EM4, yang dapat diberikan dalam bentuk larutan melalui air minum (Romantis,
2010).
Penggunaan beberapa tanaman obat yang diracik dalam suatu ramuan
sangat berguna untuk ternak. Para
peternak unggas lokal umumnya selalu
memberikan tambahan ramuan
tanaman obat seperti
kunyit, temulawak, temu ireng,
daun pepaya dan daun mengkudu, dan
sebagainya, ke dalam ransum atau dicampur
dengan air minum.
Pemberian obat tradisional
agar daya tahan
tubuh ayam meningkat, mencegah
penyakit pencernaan dan cacing (Romantis, 2010).
Semakin lama waktu fermentasi warna yang dihasilkan
akan semakin cokelat karena terjadi reaksi browning yang semakin meningkat.
Aroma yang dihasilkan akan semakin mengalami penurunan nilai (kurang disukai
panelis) dengan makin lama waktu fermentasi karena terjadi pembentukan asam
yang semakin banyak (Hasnelly dan Harvelly, 2010).
Konsentrasi gula berpengaruh terhadap warna, hal ini disebabkan oleh
sifat-sifat citarasa dan warna dari banyak bahan pangan yang dimasak dan diolah
sangat tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dan kelompok asam amino
yang menghasilkan zat warna coklat dan komponen citarasa (Buckle et al., 2010).
Asam
laktat yang dihasilkan akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya
dan menibulkan rasa asam. Hal ini juga dapat menghambat pertumbuhan dari
beberapa jenis mikroorganisme lainya. Kondisi asam mampu menekan pertumbuhan
jumlah bakteri yang tidak tahan terhadap kondisi asam seperti bakteri coliform
yang menguraikan senyawa trimetilamin dan basa nitrogen yang menyebabkan pembusukan
(Widayanti dkk, 2015).
Jenis-jenis
bahan herbal yang biasa digunakan dalam pembuatan jamu herbal adalah sebagai berikut :
1. Bawang merah
Kingdom :
Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio :
Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Liliaceae
Family : Liliales
Genus : Allium
Species : Allium ascalonicum L.
Bawang merah berfungsi membunuh
bakteri penyebab penyakit Entamuba coli dan
Salmonella. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa bawang merah mampu menurunkan kadar kadar gula dan kolesterol
dalam darah. Selain itu bawang merah dapat meningkatkan aktivitas fibriolitik
sehingga memperlancar aliran darah. Tidak kalah pentingnya bawang merah dapat
memobilisasi kolesterol dari tempat penimbunannya (Azmi, 2012).
Menurut Depkes RI dalam Buku
Tanaman Obat Indonesia, umbi bawang merah dengan nama simplisia Alii cepae
Bulbus mengandung minyak atsiri, Siklo
aliin, Metilaliin, Dihidroaliin, Kaemferol, Fluroglusin.
Di dalam bawang merah terdapat ikatan asam amino yang tidak berbau, tak bewarna
dan dapat larut dalam air. Ikatan asam amino ini disebut aliin. Dimana senyawa
tersebut dapat berubah menjadi alicin. Bersama dengan tiamin (vitamin B),
alicin dapat membentuk allitiamin, senyawa bentukan ini ternyata lebih mudah
diserap oleh tubuh daripada viamin B sendiri. Dengan demikian, alicin dapat
membuat vitamin B lebih efisien dimanfaatkan oleh tubuh. Senyawa-senyawa yang
bersifat bakterisida dan fungisida diduga juga terdapat dalam minyak atrisi
bawang merah. Umbi bawang merah dengan nama simplisia Alii cepae Bulbus berguna
untuk memacu enzim pencernaan, obat luka, peluruh air seni, peluruh dahak/obat
batuk, peluruh haid, dan obat sakit gula (Azmi, 2012).
2.
Daun sirih
Menurut Darwis dkk (2010), taksonomi daun sirih adalah sebagai berikut:
Kingdom :
Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle Linn.
Daun sirih segar banyak mengandung asam amino
esensial kecuali Lisin, Histidin dan Arginin. Terdapat sejumlah besar Asparagin, sedangkan Glisin
dalam bentuk gabungan, kemudian Prolin
dan Orinitin. Cairan daun bersifat
asam, mengandung asam malat dan asam oksalat, enzim diastase dan katalase
(Darwis dkk., 2010).
Sirih (Piper
bettle L) mengandung minyak atsiri, tannin, diastase, gula, dan pati.
kandungan minyak atsiri memiliki daya membunuh kuman, serta membunuh fungi atau
jamur. Penggunaan daun sirih sebagai bahan obat mempunyai dasar yang kuat
karena adanya kandungan minyak atsiri yang mempunyi komponen fenol alam yang
mempunyi daya anti septik sangat kuat. Minyak atsiri daun sirih mempunyai
aktivitas anti bakteri terhadap beberapa bakteri gram positif dan gram negatif
(Zulaikhah, 2011).
3.
Jahe
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledonae
Ordo :
Zingiberales
Famili :
Zingiberaceae
Genus :
Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Rosc.
Rimpang jahe pada umumnya mengandung minyak atsiri
(0,25% - 3,3%), lemak 6%- 8%), protein 9%, karbohidrat 50%, vitamin khususnya
niacin dan vitamin A, beberapa jenis mineral dan asam amino. Ekstrak jahe
mempunyai daya anti oksidan yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan lemak dan
minyak (Muchtadi dan Sugiyono, 2012).
Komponen bioaktif rimpang jahe bersifat antimikroba.
Bubuk jahe memiliki sifat bakteriosidal terhadap beberapa bakteri gram positif,
sedangkan pada beberapa bakteri gram negatif bersifat bakteriostatik.
Penambahan jahe merah dalam pakan hingga 2,0% dalam ransum memberikan pengaruh
yang relatif baik pada pertambahan bobot badan, total konsumsi pakan, konversi
pakan (FCR) ayam broiler (Herawati,
2013).
4.
Kunyit
Menurut
Winarto
(2010),
yang menyatakan bahwa klasifikasi ilmiah dari kunyit adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Subkelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Kandungan utama rimpang kunyit terdiri dari minyak
atsiri, kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, dan
bidesmetoksikurkumin, damar,
gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. Zat warna kuning (Kurkumin)
dimanfaatkan untuk menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning
telur. Kunyit jika dicampurkan pada pakan ayam, dapat menghilangkan bau kotoran
ayam dan menambah berat badan ayam, juga minyak atsiri kunyit bersifat
antimikroba. Kandungan kimia minyak atsiri kunyit terdiri dari ar-tumeron,
α dan β-tumeron, tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol,
1,8 sineol (Rahardjo dan Rostiana 2015).
Kunyit mengandung komponen aktif kurkumin yang memiliki sifat
antibakteri. Umumnya penggunaan kunyit dalam pakan ayam diberikan dengan tujuan
menurunkan tingkat populasi bakteri dalam saluran pencernaan ayam. Senyawa
kimia yang ada dalam kunyit mampu menurunkan lemak dalam tubuh, berperan pada proses
sekresi empedu dan pankreas yang dikeluarkan lewat feses. Komposisi dari kurkumin memiliki khasiat
dapat memperlancar sekresi empedu. Penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa
serbuk kunyit dalam pakan ayam broiler dapat berperan sebagai imunomodulator
dengan meningkatkan aktivitas fagositosis sel polimorfonuklear (PMN) yang
ditantang dengan bakteri E. coli secara in vitro (Kusumaningrum, 2010).
5. Lengkuas
Menururt Ernawati (2011), klasifikasi lengkuas adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio :
Magnoliophyta
Classis :
Liliopsida
Sub classis :
Zingiberidae
Ordo :
Zingiberales
Familia : Zingiberaceae
Genus :
Languas
Species :
Languas galanga
Lengkuas (Alpinia galanga L) memiliki kandungan
kimia antara lain minyak atsiri, dimana komponen utama adalah 0,5-1% Sesquiterpene hydrocarbon dan Sesquiterpene alcohol. Disamping itu
terdapat 5,6% Cineol, 2,6% Methylcinnamate, Eugenol (dalam jumlah kecil), Galangol
(Diaryl heptanoid atau senyawa berasa
pedas). Selain minyak atsiri terdapat pula Flavonoid
dan glikosida sterol (Soedarsono et al., 2010).
Tumbuhan lengkuas
mengandung golongan senyawa Flavonoid,
Fenol dan Terpenoid. Golongan senyawa-senyawa ini sering dipergunakan sebagai
bahan dasar obat-obatan modern. Sebagai contoh, senyawa Terpenoid asetoksicavikol asetat, merupakan senyawa yang bersifat
antitumor dari tumbuhan lengkuas. Senyawa Artemisin
bersifat antimalaria dari tumbuhan Artemisia
annua (Compositae). Senyawa ini merupakan
jenis seskuiterpen dari golongan Terpenoid
(Colegate & Molyneux 2005).
6. Kencur
Menurut Rukmana (2010), bahwa klasifikasi tanaman
kencur termasuk kedalam famili Zingiberaceae dengan sistematikanya dapat
dilihat sebagai berikut:
Kingdom :
Plantarum
Divisi :
Spermatophyta
Sub divisi :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledone
Ordo :
Zingiberales
Famili :
Zingiberaceae
Genus :
Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga Linn.
Kencur mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi.
Rimpang kencur mengandung minyak
astiri yang di dalamnya terkandung lebih kurang 23 macam senyawa,
17 diantaranya merupakan senyawa aromatik,
monoterpena dan seskuiterpena (Rukmana, 2010).
Semua
bagian kencur bermanfaat tetapi yang umum dipakai adalah rimpangnya untuk
menambah nafsu makan dan memperlancar peredaran darah. Rimpang kencur mempunyai
aroma spesifik, harum, daging buahnya berwarna putih dan kulit luar coklat.
Kandungan kimia rimpang kencur mengandung pati, mineral, dan minyak atsiri.
Berupa Sineol, asam metal kanil, Cinnamic acid, Ethyl Ester, Borneol,
Camphene, Paraeumarin, Asam anisicalkaloid,
dan Gom. Kencur segar mengandung
antibakteri walau cuma sedikit (Rukmana, 2010).
7.
Temulawak
Menurut Satya (2007), Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb)
merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk salah satu jenis
temu-temuan atau jahe-jahe dengan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Filum : Spermatophyta
Sub filum : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma
xanthorrhiza Roxb
Rimpang temulawak
berkhasiat sebagai laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik.
Minyak atsiri temulawak berfungsi sebagai fungistatik pada beberapa jenis jamur
dan bakteriostatik pada mikroba Staphyllococcus
sp dan Salmonella sp. Aktivitas
kolagoga temulawak ditandai oleh peningkatan produksi dan sekresi empedu yang
bekerja secara kolekinetik dan koleretik. Pengeluaran cairan empedu yang
meningkat menyebabkan partikel padat dalam kandung empedu berkurang. Peristiwa
ini akan mengurangi kolik empedu, perut kembung karena gangguan metabolisme
lemak, dan menurunkan kadar kolesterol darah (Dalimartha 2010).
Rimpang temulawak
mengandung berbagai komponen kimia seperti kurkumin, pati 48,54%, dan minyak
atsiri 3,12%. Minyak atsiri merupakan cairan yang berwarna kuning atau kuning
jingga, berbau tajam. Komposisi minyak atsiri bergantung pada umur rimpang,
teknik isolasi, tempat tumbuh, teknik
analisis, varietas, dll (Dalimartha 2010).
Minyak atsiri dari
rimpang temulawak mengandung senyawa Telandren,
Kamfer, Borneol, Sineal, Xanthorrhizol, Isofuranogermakren, Trisiklin,
Allo-Aromadendren, dan Germakren.
Kandungan senyawa dan kurkumin ini menyebabkan temulawak berkhasiat untuk
pengobatan (Oktaviana, 2010).
8. Molases
Molases atau tetes tebu
merupakan hasil samping pada proses pembuatan gula. Molases berwujud cairan
kental yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molases mengandung
sebagian besar gula, asam amino dan mineral. Sukrosa yang terdapat dalam tetes
bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksinya 12 – 35 %. Tebu yang
belum masak biasanya memiliki kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada
tebu yang sudah masak. Komposisi yang penting dalam molases adalah TSAI (Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan
dari sukrosa dan gula reduksi. Molases memiliki kadar TSAI antara 50 – 65 %.
Angka TSAI ini sangat penting bagi industri fermentasi karena semakin besar
TSAI akan semakin menguntungkan. (Kuswurj, 2009).
9. EM4
EM4 merupakan kultur
campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan yaitu mikroorganisme inkubasi
dan sintetik yang terdiri dari asam laktat, bakteri Fotosintetik, Actinomycetes
sp., Streptomycertes sp., ragi
dan jamur pengurai sellulosa. EM4 bermanfaat menyehatkan ternak, mengurangi
stres pada ternak, menyeimbangkan mikroorganisme dalam saluran pencernaan
ternak, meningkatkan nafsu makan dan mengurangi polusi atau bau kandang dan
lingkungan. Dosis penggunaan EM4 pada ayam potong yaitu 1ml EM4 : 1 liter air
putih dengan syarat EM4 tidak diberikan bersamaan dengan pemberian vaksin,
vitamin maupun antibiotik (Phillips, 2010).
Dalam saluran
pencernaan unggas Effective Microorganism
meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme yang menguntungkan sehingga
dapat memperbaiki aktivitas pencernaan, meningkatkan kesehatan, menekan bakteri
patogen, dan meningkatkan produktivitas. Fungsi dari mikroorganisme tersebut
adalah menjaga keseimbangan mikroorganisme yang ada dalam saluran pencernaan
sehingga memperbaiki absorpsi makanan dalam usus, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi serta stress yang ada dapat diantisipasi dengan cepat.
Selain itu pemberian mikroorganisme pada ternak akan menurunkan pH di dalam
usus yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri patogen seperti E. coli, Salmonella, Proteus dan Campylobacteria (Lokapirnasari, 2007).
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat
dilaksanakannya praktikum ini adalah pada hari Rabu tanggal 26 Juni 2019 pukul 13.30-15.00 WITA di Laboratorium Peternakan
Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
B.
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan
pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Alat
Alat
yang digunakan dalam pratikum ini adalah alat tulis-menulis, baskom, blender, camera, cutter, gelas kimia, neraca
analitik, pH meter, saringan, sendok, talenan dan
toples. .
2.
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah air, bawang merah 62,5 gr, daun sirih 62,5 gr, EM-4, jahe 62,5 gr, kencur 62,5 gr, kunyit 62,5 gr, lengkuas 62,5 gr dan temulawak 62,5 gr.
C.
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja
dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Penyaringan
a.
Menyiapkan alat dan bahan.
b.
Bahan
dikupas dan dicuci bersih.
c.
Potong
bahan sesuai yang dibutuhkan.
d.
Timbang bahan sesuai dengan yang dibutuhkan.
e.
Haluskan
bahan menggunakan blender.
f.
Setelah
di blender campurkan semua bahan.
g.
Tambahkan
molasses dan EM-4 masing-masing 250 ml kedalam ekstrak bahan,kemudian aduk
sampai rata.
h.
Masukkan
kedalam baskom dan tambahkan air sebanyak 2,5 liter kemudian aduk hingga rata.
i.
Lakukan penyaringan lalu masukkan ke
dalam baskom.
j.
Masukkan
jamu kedalam 5 toples sebanyak 150 ml.
k.
Masukkan
jamu kedalam cawan petri dan amati warna, aroma dan pHnya.
l.
Menutup
toples dan lakukan pengamatan selama 17 hari.
m.
Mengambil
gambar.
2.
Tanpa penyaringan
a.
Menyiapkan alat dan bahan.
b.
Bahan
dikupas dan dicuci bersih.
c.
Potong
bahan sesuai yang dibutuhkan.
d.
Timbang bahan sesuai dengan yang dibutuhkan.
e.
Haluskan
bahan menggunakan blender.
f.
Setelah
di blender campurkan semua bahan.
g.
Tambahkan
molasses dan EM-4 masing-masing 250 ml kedalam ekstrak bahan,kemudian aduk
sampai rata.
h.
Masukkan
kedalam baskom dan tambahkan air sebanyak 2,5 liter kemudian aduk hingga rata.
i.
Masukkan
jamu kedalam 5 toples sebanyak 150 ml.
j.
Masukkan
jamu kedalam cawan petri dan amati warna, aroma dan pHnya.
k.
Menutup
toples dan lakukan pengamatan selama 17 hari.
l.
Mengambil
gambar.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1.
Pengamatan sebelum
fermentasi
Tabel
1.1 Hasil pengamatan sebelum fermentasi
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
pH
|
Gambar
|
1.
|
Pencampuran dengan tehnik penyaringan
|
|
|
|
|
2.
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
|
|
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan
Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Alauddin Makasar, 2019.
2. Pengamatan selama fermentasi
Tabel
2.1 Hasil pengamatan hari ke-4
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
pH
|
Gambar
|
1.
|
Pencampuran dengan tehnik penyaringan
|
|
|
|
|
2.
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
|
|
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan
Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Alauddin Makasar, 2019.
Tabel
2.2 Hasil pengamatan
hari ke-7
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
pH
|
Gambar
|
1.
|
Pencampuran
dengan tehnik penyaringan
|
|
|
|
|
2.
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
|
|
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan
Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Alauddin Makasar, 2019.
Tabel
2.3 Hasil pengamatan hari ke-12
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
pH
|
Gambar
|
1
|
Pencampuran dengan teknik penyaringan
|
|
|
|
|
2
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
|
|
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas
Islam Negeri Alauddin Makasar, 2019.
Tabel
2.4 Hasil pengamatan hari ke-17
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
pH
|
Gambar
|
1
|
Pencampuran dengan teknik penyaringan
|
|
|
|
|
2
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
|
|
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan
Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Alauddin Makasar, 2019.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1.
Pengamatan Sebelum
Fermentasi
Tabel
1.1 Hasil Pengamatan Sebelum Fermentasi
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
pH
|
Gambar
|
1.
|
Pencampuran dengan tehnik penyaringan
|
Coklat tua
|
Khas molases
|
6,59
|
|
2.
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
Coklat tua
|
Khas molases
|
6,55
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam
Negeri Alauddin Makasar, 2019.
2. Pengamatan Selama Fermentasi
Tabel
2.1 Hasil pengamatan hari ke-4
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
Gambar
|
1.
|
Pencampuran dengan tehnik penyaringan
|
Coklat keruh
|
Khas jamu dan agak asam
|
|
2.
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
Coklat keruh
|
Khas jamu dan agak asam
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam
Negeri Alauddin Makasar, 2019.
Tabel
2.2 Hasil
pengamatan hari ke-7
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
Gambar
|
1.
|
Pencampuran dengan tehnik penyaringan
|
Coklat pekat
|
Khas jamu dan menyengat
|
|
2.
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
Coklat pekat
|
Khas jamu dan menyengat
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam
Negeri Alauddin Makasar, 2019.
Tabel
2.3 Hasil pengamatan hari ke-12
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
Gambar
|
1
|
Pencampuran dengan teknik penyaringan
|
Coklat pekat, kental
|
Khas jamu dan menyengat
|
|
2
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
Coklat pekat, kental
|
Khas jamu dan menyengat
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam
Negeri Alauddin Makasar, 2019.
Tabel
2.4 Hasil pengamatan hari ke-14
No
|
Pengamatan
|
Warna
|
Aroma
|
Gambar
|
1
|
Pencampuran dengan teknik penyaringan
|
Coklat pekat kehitaman
|
Khas jamu dan menyengat
|
|
2
|
Pencampuran dengan tanpa penyaringan
|
Coklat pekat kehitaman
|
Khas jamu dan menyengat
|
|
Sumber: Laboratorium Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam
Negeri Alauddin Makasar, 2019.
B. Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengamatan, maka dapat diketahui bahwa :
1. Pengamatan Sebelum Fermentasi
Pada
pengamatan hari 1, jamu herbal masih berwarna coklat yang merupakan warna pekat
molases dan bau khas gula, yang disebabkan molases merupakan cairan
memiliki kandungan gula yang tinggi. Pengukuran pH jamu yang sudah dicampur
molasses dan EM4 adalah 6,59 Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa Kuawurj
(2009), yang menyatakan
bahwa Molases mengandung
sebagian besar gula, asam amino dan mineral. Sukrosa yang terdapat dalam tetes
bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksinya 12 – 35 %. Tebu yang
belum masak biasanya memiliki kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada
tebu yang sudah masak.
2. Pengamatan Selama Fermentasi
Pada pengamatan
hari
ke 4,
warna pada ramuan jamu herbal yakni coklat keruh dengan aroma seperti khas jamu dan agak asam. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hasnelly dan Harvelly (2010), yang menyatakan bahwa Semakin lama
waktu fermentasi warna yang dihasilkan akan semakin cokelat karena terjadi
reaksi browning yang semakin meningkat. Aroma yang dihasilkan akan semakin
mengalami penurunan nilai (kurang disukai panelis) dengan makin lama waktu
fermentasi karena terjadi pembentukan asam yang semakin banyak.
Pada
pengamatan hari
ke 7,
warna pada ramuan jamu herbal yakni coklat pekat dan aroma khas jamu serta menyengat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Muchtadi (2012), yang
menyatakan bahwa penambahan jahe memiliki rasa yang pedas dan bau yang
menyengat namun menyegarkan. Rimpang jahe
pada umumnya mengandung minyak atsiri (0,25% - 3,3%), lemak (6%- 8%), protein
9%, karbohidrat 50%, vitamin khususnya niacin dan vitamin A, beberapa jenis
mineral dan asam amino. Ekstrak jahe mempunyai daya anti oksidan yang dapat
dimanfaatkan untuk mengawetkan lemak dan minyak.
Pada pengamatan
hari
ke 12,
warna pada ramuan jamu herbal yakni coklat pekat kental, aroma khas jamu dan menyengat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Dalimartha (2010),
yang mengatakan bahwa Rimpang temulawak mengandung berbagai komponen kimia
seperti kurkumin, pati 48,54%, dan minyak atsiri 3,12%. Minyak atsiri merupakan
cairan yang berwarna kuning atau kuning jingga, berbau tajam. Komposisi minyak
atsiri bergantung pada umur rimpang, teknik isolasi, tempat tumbuh, teknik analisis, varietas, dll.
Pada
pengamatan hari
ke 14,
warna pada ramuan jamu herbal yakni coklat pekat kehitaman, aroma khas jamu dan bau menyengat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Muchtadi (2012),
yang
menyatakan bahwa penambahan jahe memiliki rasa yang pedas dan bau yang menyengat
namun menyegarkan. Rimpang jahe
pada umumnya mengandung minyak atsiri (0,25% - 3,3%), lemak (6%- 8%), protein
9%, karbohidrat 50%, vitamin khususnya niacin dan vitamin A, beberapa jenis
mineral dan asam amino. Ekstrak jahe mempunyai daya anti oksidan yang dapat
dimanfaatkan untuk mengawetkan lemak dan minyak.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa pembuatan
ramuan jamu herbal dengan
teknik penyaringan dan
teknik tanpa penyaringan yakni hasil
yang diperoleh adalah pada hari 1 sebelum fermentasi jamu herbal masih memiliki
aroma molasses,
tidak ada bau yang menyengat dan belum mengalami perubahan
warna, sedangkan
selama fermentasi terjadi perubahan warna maupun aroma yang semakin hari
semakin menyengat dan warna yang berubah dari coklat keruh hingga menjadi
coklat kehitaman.
B.
Saran
Saran saya pada praktikum ini adalah untuk
praktikum selanjutnya, sebaikanya bahan yang hendak digunakan dalam praktikum seperti bawang merah, daun
sirih, jahe, kunyit, lengkuas, kencur dan temulawak dalam kondisi segar
sehingga dapat memudahkan dan memperlancar proses pengamatan praktikum.
Azmi, Cahyaning Ulul. 2012. Optimalisasi penggunaan bahan ramuan herbal yang berbeda terhadap daya hambat bakteri Gram positif dan Gram Negatif. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. 2013. Kalimantan Selatan.
Buckle K.A.,R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton, 2010, Ilmu Pangan, Terjemahan :.Purnomo dan Adiono Universitas Indonesia. UI – Press Jakarta.
Colegate, S.M. & R. J. Molyneux. 2005. Bioactive Natural Products Detection, Isolation and Structural Determination. CRC Press. Boca Raton.
Dalimartha, S. 2010. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Cetakan 1. Jilid 2. Trubus Agriwidya. Jakarta.
Darwis, S.N, Abd Madjoindo dan Hasiyah. 2010. Tanaman Obat Famili Zingeberasceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.
Ernawati. 2011. Pengaruh Ekstrak Rimpang Lengkuas (Languas galanga) Terhadap Pertumbuhan Bakteri (Staphylococcus aureus dan Escherichia coli) dan Jamur Candida albicans. Skripsi. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Gowa.
Hasenlly, R.C. 2010. Pengaruh Waktu Fermentasi Dan Konsentrasi Gula Terhadap Karakteristik Tiwul Instan. Jurnal. Universitas Pasundan. Bandung.
Herawati. 2013. Pengaruh penambahan fitobiotik jahe merah (Zingiber Officinale Rosc) terhadap produksi dan profil darah ayam broiler. Jurnal Protein. 14 (2): 137-141.
Kusumaningrum W. 2010. Efektifitas Kunyit, Bawang Putih, dan Zink dalam Pakan Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Polimorfonuklear Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kuswurj. Periyasamy, S., Venkatachalam, S., ramasamy, S. and Srinivasan, V. 2009. Production of Bio-ethanol from Sugar Molasses Using Saccharomyces cerevisiae. Modern Applied Science Journal, Volume 3, No. 8, p. 32-37.
Lokapirnasari, W. P. 2007. The effect of effective microorganism to feed consumption and body weight of broiler chicken. Journal Protein. 14 (1): 37- 40.
Marni 2014. Khasiat Jamu Cekok Terhadap Penyembuhan Diare Pada Anak. Prosiding Seminar Nasional Dan Call For Papers UNIBA.
Marwandana, Z. 2012. Efektifitas Kombinasi Jumlah Dan Bentuk Ramuan Herbal Sebagai Imbuhan Pakan Terhadap Performa Broiler. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Muchtadi, T. R. & Sugiyono. 2012. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor.
Munir, A. B. 2014. Pembuatan Obat Tradisional Menjadi Obat Fitofarmaka Obat Asli Indonesia. Universitas Muslim Indonesia, Makasar.
Oktaviana, P.R. 2010. Kajian Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada Berbagai Teknik Pengeringan dan Proporsi Pelarutan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Phillips, J. 2010. Using EM Technology for Swine. Waste Management by Pork Producers in British Columbia. Columbia.
Rahardjo M dan Rostiana O. 2015. Budidaya Tanaman Kunyit. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11.
Romantis, T. 2010. Penambahan Jamu Ternak Dalam Air Minum Terhadap Uji Daya Hambat Bakteri Salmonella Dan Escerichia Coli Serta Performa Ayam Arab Petelur. IPB Press. Bogor.
Rukmana, R. 2010. Kencur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Saefatun. 2013. “Aktivitas Antimikrobia Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) terhadap Pertumbuhan Mikrobia Perusak Ikan”. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Satya, Felicia. 2007. Tanaman Obat. Gramedia. Jakarta.
Sudarsono, A. Pudjoanto, D. Gunawan., S. Wahyuono., I. A. Donatus., M. Drajad., S. Wibowo., & Ngatidjan, 2010. Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifatsifat dan Penggunaan. Pusat Penelitian Obat Tradisional. UGM. Yogyakarta.
Sudirman H. 2012. Utilization Of Medicinal Plants As Herbs For Local Chicken. Jurnal Agrisistem. Vol. 8(1): 49-56.
Tjitrosoepomo G. 2010. Taksonomi Umum. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 149 Hlm.
Wardani, T. E. 2012. Pengaruh Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.) var. Gajah Terhadap Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus) yang Terpapar 2-Methoxyethanol. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya.
Widayanti. 2015. “Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Bawang Putih (Allium Sativum L.) Terhadap Mutu “Bekasam” Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus)”. Jurnal Saintek Perikanan Vol.10 No.2.
Winarto WP. 2010. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Zainuddin, D. 2010. Tanaman Obat-Obatan. Kanisius. Yogyakarta.
Zulaikhah, S. T. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pencemaran Mikroba Pada Jamu Gendong Di Kota Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.
Zumrotum, 2012. Jamu Sebagai Feed Additive Dan Feed Suplement Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan Kesehatan Broiler. Vocational Education Development Center For Agriculture (VEDCA).
Laporan nutrisi ternak unggas (jamu herbal ternak)
Reviewed by Faikatushalihat
on
July 12, 2020
Rating:
No comments: