Laporan sosiologi masyarakat dan penyuluhan peternakan (stratifikasi sosial)



BAB I

PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
            Desa dimaknai sebagai suatu komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat. Pemaknaan tentang desa menurut pandangan ini menekankan pada cakupan, ukuran atau luasan dari sebuah komunitas, yaitu cakupan dan ukuran atau luasan yang kecil, yang di dalamnya terdapat masyarakat yang hidup dengan keramahan dan keramahtamahan (Wahyuningsih, 2011).
            Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Dengan adanya atau terjadinya kelompok sosial tersebut maka terbentuklah suatu pelapisan masyarakat atau terbentuklah masyarakat yang berstrata (Abu, 2013).
            Stratifikasi sosial sebenarnya telah ada sejak zaman yunani kuno, hal tersebut dapat diketahui dengan adanya pendapat salah seorang filsuf yunani yaitu Aristoteles yang mengatakan bahwa di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang tergolong kaya, menengah dan melarat (Munandar, 2011).
            Seorang sosiolog terkemuka yaitu Pitirin A Sorokin, juga berpendapat bahwa sistem lapisan sosial merupakan ciri yang tetap. Barangsiapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap berkedudukan dalam lapisan atas, sedangkan mereka yang hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki sama sekali sesuatu yang berharga, maka dalam pandangan masyarakat mereka mempunyai kedudukan yang rendah (Soerjono, 2012).
   Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya  pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya: dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang dan strata rendah.  Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol -simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai baik berharga atau bernilai secara sosial , ekonomi,  politik,  hukum,  budaya maupun  dimensi lainnya dalam suatu  kelompok sosial (komunitas). Pada waktu  itu, istilah kelas sosial digunakan dalam konteks penggolongan masyarakat terhadap para pembayar pajak. Ketika itu ada dua masyarakat, yaitu masyarakat golongan kaya dan miskin (Ralf Dahrendorf, 2013).
                        Berdasarkan uraian di atas maka hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktek lapang ini untuk mengetahui dan mempelajari apa itu stratifikasi sosial, fungsi dari stratifikasi sosial, serta peran dari stratifikasi sosial dalam masyarakat perdesaan (perternak).
B.     Rumusan masalah
      Adapun rumusan masalah pada praktek lapang ini yaitu bagaimana mengetahui kondisi stratifikasi sosial dalam masyarakat perdesaan (peternak)?
C.   Tujuan
Adapun tujuan permasalahannya yaitu untuk mengetahui kondisi stratifikasi sosial dalam masyarakat perdesaan (peternak).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Tinjauan Umum Sapi Potong
Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat (Santosa, 2010).
Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging didunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae, seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan Anoa (Sodiq, 2011).
Menurut Soerjono (2010), domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan ke seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke Pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni. Sapi merupakan salah satu genus dari Bovidae.
Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi, dan mudah dipasarkan (Santosa, 2010).
Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah pemeliharaan sapi-sapi dengan cara dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Susilorini, 2013).    
Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5--2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik (Susilorini, 2013).
Menurut Bambang (2012) klasifikasi Sapi yaitu:
Phylum        : Chardata
Sub Phylum : Vertebrata
Class            : Mamalia
Sub Class    : Plasentalia
Ordo            : Ungulata
Sub Ordo    : Arhoclactyla
Rumpun      : Selonodonta
Familia       : Bovidae
Genus         : Bos
Sub Genus : Taurina, Bisantia, Bibavina, Bubolina, Lepsoburina
Spesies      : Bos Indicus, Bos Taurus, Bos Sandaicus.
Menurut Miftahul nisa (2012) ada beberapa jenis sapi potong tropis dan sapi subtropis yaitu antara lain:
1.      Sapi tropis
a.       Sapi bali, sapi bali adalah banteng (Bos sondaicos) yang telah mengalami domistikasi (penjinakan) . Terdapat di Indonesia di pulau Bali, yang dibudidayakan secara alami. Merupakan sapi jenis tipe dwiguna (pedaging dan pekerja). Sapi bali mempunyai bentuk dan tanda-tanda yang sama dengan banteng, hanya ukurannya yang kecil akibat proses domestikasi.
b.      Sapi madura, merupakan hasil persilangan Bos indicus dan Bos sondaicus. Sapi ini merupakan jenis dwiguna. Sapi jantan memiliki ciri-ciri tubuh bagian depan lebih teguh daripada tubuh bagian belakangsedikit berpunuk yang betina tidak berpunuk,warna baik jantan maupun betina adalah merah bata. Tanduk melengkung setengah bulan dengan ujungnya mengarah ke depan.
c.       Sapi ongole dan peranakan ongole (PO), merupakan sapi yang berasal dari India dan diternakkan secara murni di pulau Sumba. Sapi ongole memiliki punuk ynag besar dan bergelambir, telinganya panjang dan menggantung, kepala relatif pendek , tanduk betina lebih panjang dibanding yang jantan.
d.      Sapi brahman, sapi ini merupakan golongan sapi zebu yang berkembang di Amerika, memiliki karakteristik ponok besar  dan kulit yang agak longgar, telinga menggantung, warna kulit umumnya abu-abu, tidak bertanduk, kepala relatif pendek. Adapun keunggulan sapi jenis ini adalah pertambahan berat badan relatif cepat dan presentase berat karkas besar, serta bertipe dwiguna.
2.                   Sapi subtropis
a.       Sapi angus, sapi ini berasal dari Skotlandia bagian Timur laut. Sapi angus berwarna hitam dan tidak bertanduk, kedudukan tubuh rendah, tubuh dalam, punggung lurus. Sapi angus mempunyai daging yang lebih berlemak dari pada bangsa sapi lain, dan kualitas dagingnya seringkali lebih baik.
b.      Sapi galloway, sapi ini berwarna hitam, meski sebagian ada juga yang berwarna kecoklatan, ukuran tubuh hampir sama dengan angus tetapi sapi galloway lebih lambat proses penggemukannya, bentuk tubuhnya persegi. Berat sapi galloway betina mencapai 408 kg.
c.       Sapi shorthorn, sapi ini dikembangkan di negara Inggris, bobot jantan rata-rata 1100 kg, sedangkan bobot betina rata-rata 850 kg dengan warna merah, putih, merah dan putih. Mempunyai bentuk putting susu yang baik, dan produksi susunya pun baik. Anaknya kecil, namun akan tumbuh dengan cepat besar. Kualitas dagingnya baik. Berasal dari Inggris Utara, sebagai sapi perah.
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (Peranakan Ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang banyak diekspor ke Malaysia (Penang). (Bambang, 2012).
B.  Definisi Statifikasi Sosial 
Stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification yang berarti Sistem berlapislapis dalam masyarakat; kataStratification berasal dari stratum (jamaknya: strata) yang berarti lapisan; stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau measyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis) (Syarif, 2014).
Stratifikasi sosial merupakan peringkat, jenjang, atau pangkat yang membedakan posisi seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, dapat pula berupa pengelompokan masyarakat secara sosial, budaya, ekonomi, atau politik dalam jenjang yang bertingkat (Indra Ratna, 2016).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa stratifikasi atau lapisan masyarakat adalah suatu tingkatan di dalam masyarakat yang membedakan status social masyarakatnya berdasarkan berbagai factor penunjang kehidupan dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
Selama dalam masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu ituakan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapisdalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau mungkin keturunan dari orang terhormat (Syarif, 2014).
Stratifikasi social memiliki sifat pertama bersifat universal  bervairasi  bergantung  daerahnya, kedua bersifat selalu ada pada waktu apa pun dari masa ke masa, ketiga barsifat terwariskan kepadagenerasi selanjutnya, konsep tersebut memberikan pemahaman kritis menganai beragam fenomena sosial masyarakat. Dalam hirerarki sosial masyarakat, orang yang memilki kekuasaan dapat dikatakan berada pada posisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan merekayang tidak memiliki kekuasaan (Indera Ratna, 2016).
Dasar pokok timbulnya sistem pelapisan dalam masyarakat itu karena adanya sistem penilaian atau penghargaan terhadap berbagai hal dalam masyarakat tersebut; berkenaan dengan potensi, kapasitas atau kemampuan manusia yang tidak sama satu dengan yang lain, dengan sendirinya sesuatu yang dianggap bernilai atau berharga itu juga menjadi keadaan yang langka, orang akan senantiasa meraih penghargaan itu dengan sekuat tenaga baik melalui persaingan bahkan tidak jarang dengan melalui konflik (Anton, 2013).
Agama Islam menegaskan bahwa dalam kehidupan dunia, manusia dihadapan Allah swt adalah sama yang membedakan hanyalah derajat ketaqwaannya, dalam kehidupan Rasulullah saw, juga dicontohkan bahwa tidak ada kasta dan status tetapi yang membedakan adalah iman dan ketaqwaan seseorang, sebagaimana yang terdapat dalam Qs.Al-Hujurāt/49 : 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Terjemahnya:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

C.   Fungsi Stratifikasi Sosial
            Menurut Sastramiharja (2010), stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
1.    Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan, dan wewenang pada jabatan, pangkat, kedudukan seseorang.
2.    Sistem pertanggaan (Tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, Misalnya: Pada seorang yang menerima anugerah penghargaan gelar kebangsawanan, dan lain sebagainya.
3.    Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah di dapat melalui kualitas pribadi keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikikan, wewenang atau kekuasaan.
4.    Penentuan lambang-lambang (Simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk rumah.
5.    Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
6.    Alat solidaritas di antara individu-individu/ kelompok yang menduduki system sosial yang sama dalam masyarakat.
7.    Fungsi Stratifikasi Sosial di dalam bidang Peternakan : Mempermudah dalam proses penyuluhan maupun proses penggolongan, apakah itu penggolongan berdasarkan ekonomi maupun pendidikan.
8.    Mempermudah proses penggolongan beberapa peternak di lingkungan pedesaan yang umumnya memiliki latar belakang pendidikan dan ekonomi  yang berbeda-beda.
9.    Agar lebih muda melakukan penyuluhan yang dilakukan oleh dinas peternakan terkait penyuluhan mengenai pemeliharaan hewan ternaknya agar tidak terjangkit penyakit.
D.  Peran Stratifikasi  Sosial Dalam Masyarakat Perdesaan (Peternak)
   Desa sebagai unit dasar kehidupan kelompok terkecil di Asia, dalam konteks ini “desa” dimaknai sebagai suatu “desa alamiah” atau dukuh tempat orang hidup dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan yang besar di bidang sosial dan ekonomi. Pemaknaan terhadap desa dalam konteks ini ditekankan pada aspek ketergantungan sosial dan ekonomi di masyarakat yang direpresentasikan oleh konsep-konsep penting pada masyarakat desa, yaitu cakupan yang bersifat kecil dan ketergantungan dalam bidang sosial dan ekonomi (ikatan-ikatan komunal) (Wahyu, 2012).
Desa merupakan suatu sistem sosial yang melakukan fungsi internal yaitu mengarah pada pengintegrasian komponen-komponennya sehingga keseluruhannya merupakan satu sistem yang bulat dan mantap. Disamping itu, fungsi eksternal dari sistem sosial antara lain proses-proses sosial dan tindakan-tindakan sistem tersebut akan menyesuaikan diri atau menanggulangi suatu situasi yang dihadapinya. Sistem sosial tersebut mempunyai elemen-elemen yaitu tujuan, kepercayaan, perasaan, norma, status peranan, kekuasan, derajat atau lapisan sosial, fasilitas dan wilayah (Sastramiharja, 2010).
            Stratifikasi sosial memiliki peranan yang berkaitan dengan harga diri atau bahasa kerennya adalah prestise atau privelese yang merupakan hak yang dimiliki oleh setiap indifidu karena kedudukannya pada sebuah strata. Dalam setiap strata ini ditandai dengan pangkat, derajat, simbul-simbul yang menonjol seperti peringkat atau peranan khusus dan juga tingkahlaku dalam keseharian. Dalam sebuah desa biasanya terdapat orang-orang ynag dihormati, berpendidikan memiliki kekuasaan dan wewenang serta memiliki kekayaan. Hal tersebut mengindikasikan adanya lapisan-lapisan di sebuah desa yang disebut dengan stratifikasi sosial (Tohir, 2012).
            Menurut Sastramiharja (2010), peran stratifikasi sebagai berikut:
1.    Stratifikasi berperan untuk menyusun, mengatur, dan mengawasi hubungan manusia dalam suatu masyarakat.
2.    Stratifikasi sosial berperan dalam suatu masyarakat untuk melakukan kontribusi sebagai alat pemersatu yakni dengan mengkoordinasikan atau mengharmonisasikan kelompok-kelompok masyarakat yang terdapat dalam struktur masyarakat tersebut.
3.    Stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat memiliki peran sebagai alat untuk mengkatagorikan manusia ke dalam strata yang berbeda, maka dari itulah dapat menyederhanakan dunia manusia dalam konteks saling berhubungan.
4.    Merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan.
5.    Peranan melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi.

Menurut Jimmy (2012), penggolongan stratifikasi ada 3 macam yaitu:
a.         Stratifikasi sosial berdasarkan tingkat ekonomi, menurut Aristoteles stratifikasi sosial berdasarkan tingkat ekonomi terbagi menjadi 3 lapisan yaitu:
1)      Golongan sangat kaya. Dalam lapisan paling atas ini berisikan anggota yang sangat terbatas. Para anggotanya terdiri dari beberapa golongan bangsawan dan pengusaha-pengusaha besar.
2)      Golongan kaya. Golongan ini adalah golongan yang banyak memiliki profesi yang membuat setiap individu anggotanya memiliki status sosial yang tinggi. Beberapa contoh dalam hal ini seperti para dokter, pedagang, pengacara dan lain sebagainya.
3)      Golongan miskin. Golongan ini adalah golongan yang paling banyak memiliki anggota, hal ini disebabkan karena kemiskinan disebagian besar negara masih sangat tinggi.
b.      Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial. Berdasarkan tingakat pendidikannya, suatu masyarakat sosial dibedakan menjadi 5 yaitu:
1)      Pendidikan sangat tinggi. Dalam hal ini biasanya terdirir dari beberapa anaggota yang bergelar tinggi seperto Doktor dan Professor.
2)      Pendidikan tingggi. Biasanya dalam hal ini para anggotanya memiliki gelar pendidikan Sarjana.
3)      Pendidikan menengah. Biasanya terdiri dari beberapa individu atau kelompok yang hanya mampu mengenyampendidikan sampai tingkatan SMA atau sederajat.
4)      Pendidikan rendah. Pada lapisan masyarakat terendah yang hanya mampu sampai tingkatan SMP  atau bahkan hanya sampai SD saja.
5)      Tidak berpendidikan. Ini adalah lapisan masyarakat paling bawah dimana semasa hidupnya tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan. Dan menyebabkan para anggotanya buta huruf.
c.       Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik. Berikut ada 3 pola umum stratiafikasi sosial berdasarkan kriteria politik sebagaimana dikemukakan oleh Mac Iver:
1)   Tipe kasta, misalnya raja atau maharaja, bangsawan, pegawai pemerintah, pegawai rendah, tukang atau pelayan, petani atau peternak, budak-budak.
2)   Tipe oligarkis, seperti rata atau penguasa, bangsawan dari berbagai penguasa, pengacara atau tukang, petani, buruh, dan lain lain.
3)   Tipe demokratis, yaitu pemimpin politik, pemimpin partai, kalangan orang kaya, pejabat administratif, para ahli teknik, paetani atau peternak dan pedagang, pekerja rendahan dan petani rendahan.

BAB III
METODE PRAKTEK LAPANG

A.        Waktu dan Tempat
Praktek lapang Sosiologi Masyarakat dan Ilmu Penyuluhan Peternakan mengenai Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat Perdesaan (Peternak) dilaksanakan pada hari Sabtu sampai Minggu tanggal 12 sampai 13 Mei 2018 pukul 10.00 WITA sampai selesai yang bertempat di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
B.        Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunkan dalam praktek lapang Sosiologi Masyarakat dan Ilmu Penyuluhan Peternakan mengenai Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat Perdesaan (Peternak) di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, antara lain:
1.         Jenis Data
Berdasrkan jenisnya, dikelompkkan dalam dua jenis, yaitu:
a.         Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru. Teknik yang data digunakan untuk mengumpulkan data primer, antara lain obeservasi, wawancara, diskusi, dan kuisioner.
b.         Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber  yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, profil desa, dan sebagainya.
2.         Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan. Data yang dihasilkan adalah data primer.
C.        Metode Pengambilan Data
                        Metode pengambilan data yang dilakukan pada praktek lapang Sosiologi Masyarakat dan Ilmu Penyuluhan Peternakan mengenai Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat Perdesaan (Peternak) di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan adalah FGD (Focus Group Discussion). Dimana dalam FGD ini dilakukan proses wawancara secara langsung terhadap masyarakat sekitar.
D.        Kegiatan yang Dilakukan
                        Kegiatan yang dilakukan pada praktek lapang Sosiologi Masyarakat dan Ilmu Penyuluhan Peternakan mengenai Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat Perdesaan (Peternak) di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan adalah FGD (Focus Group Discussion). FGD merupakan suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah mengenai suatu masalah tertentu. FGD berfungsi sebagai salah satunya metode penelitian atau metode utama pengumpulan data dalam penelitian. 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.        Profil dan Gambaran Umum Kondisi Wilayah
1.         Administrasi Wilayah
Terbentuknya Desa Lompo Tengah diawali dengan adanya SAOPRAJA Tanete dimana Lompo Tengah sebagai distrik atau pengarah. Lompo Tengah pada masa pemerintahan Belanda dikepalai oleh kepala distrik dengan gelar Arung Kading dengan masing-masing yang telah menjabat sebagai kepala distrik.
Tahun 1960 pembentukan Kabupaten Barru SAOPRAJA Tanete dibagi menjadi dua kecamatan, yaitu  Kecamatan Tanete Riaja dan Kecamatan Tanete Rilau. Pada waktu itu distrik Lompo Tengah berubah menjadi Desa Lompo Tengah yang dibagi menjadi dua desa.
Jumlah penduduk Desa Lompo Tengah termasuk kurang padat jika dibandingkan dengan luas wilayah desa. Hal ini dapat dilihat dari hasil pendataan penduduk yang dilakukan oleh desa pada tahun 2016, tercatat jumlah penduduk Desa Lompo Tengah sekitar 3.315 jiwa dengan perbandingan laki-laki sebanyak 1.462 jiwa dan perempuan sebanyak 1.853 jiwa.
2.         Kondisi Geografis
Lokasi Desa Lompo Tengah berada di Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru dengan luas wilayah ± 429,8 Ha dengan batas-batas wilayah desa sebagai berikut:

a.         Sebelah utara berbatasan dengan Desa Lempang
b.         Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pao-pao
c.         Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kading
d.         Sebelah barat berbatasan dengan Desa Lempang
Jika dilihat dari letak geografisnya Desa Lompo Tengah terletak antara 4º29´52.6”S 119º39´18.2”E, jarak antara ibu kota desa dengan ibukota Kabupaten Barru sejauh ± 16 km lewat darat dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat dengan waktu 30 menit. Desa Lompo Tengah memiliki jarak dari ibukota Kecamatan Tanete Riaja ± 8 km dengan jarak tempuh 10 menit. Desa Lompo Tengah memiliki jarak dari ibukota provinsi Sulawesi Selatan ± 100 km dengan jarak tempuh 2 jam.
Desa Lompo Tengah terbagi dalam 5 dusun dan 17 RT, yaitu Dusun Ele, dusun Botto-Botto, Dusun Botto Lampe, Dusun Lisu, dam Dusun Alakkangnge. Ketinggian tanah wilayah Desa 1.500 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata antara 22ºC sampai dengan 28ºC dengan curah hujan antara rata-rata 2.000 mm/tahun. Dan penggunaan tanah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Luas wilayah menurut penggunaannya
No       Wilayah           Luas tanah (Ha)
1          Pemukiman     64,47
2          Perkebunan     85,96
3          Pertanian         193,41
4          Perkantoran     4,298
5          Perkuburan      8,596
6          Prasarana umum lainnnya       73,066
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.


3.         Potensi Sumber Daya Alam
Kebutuhan air bersih untuk rumah tangga bersumber pada mata air, yaitu sumur gali. Dan ada juga yang memanfaatkan sumber mata air dengan perpipaan dan PDAM untuk memenuhi kebutuhan MCK (Mandi Cuci dan Kakus). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Jumlah RT yang memakai air bersih disetiap dusun di Desa Lompo Tengah
Cara mengakses
air bersih          Nama dusun    Total
            Ele       Botto-Botto    Lisu     Botto Lampe   Alakangnge    
Sumur gali       20        9          26        17        3          75
Pakai dinamo  20        9          26        17        3          75
Sumur bor       -           -           -           -           -           -
Perpipaan/PDAM        181      89        161      161      150      820
Jumlah 201      98        265      178      153      895
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.
            Saluran pembuangan air limbah dan sampah rumah tangga. Pada kenyataannya masih ada sampah rumah tangga berupa limbah cair, yamg dihasilkan setiap hari dibiarkan mengalir meskipun sebagian besar sudah menggunakan SPAL yang memenuhi standar kesehatan. Sementara untuk limbah padat seperti sampah rumah tangga pada umumnya. Pada umumnya setiap rumah tangga membuangnya disekitar pekarangan samping atau belakang rumah, meskipun sudah ada rumah tangga yang menggunakan tempat sampah namun jumlahnya belum memadai.
4.         Kondisi Ekonomi
a.         Pertumbuhan ekonomi
Salah satu indicator pertumbuhan ekonomi masyarakat untuk mengukur hasil-hasil pembangunan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dari data PDRB dilihat pertumbuhan ekonomi suatu desa dan kontribusi sekitar dalam kegiatan pembangunan.
b.         Potensi ekonomi
Potensi ekonomi yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan di Desa Lompo Tengah yang akan berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya berkontribusi besar terhadap pencapaian kesejahteraan masyarakat adalah pada sector perikanan laut dan juga potensi dibidang pertanian, perkebunan, dan peternakan memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Desa Lompo Tengah ini.
Tabel 3. Potensi perikanan dan peternakan Desa Lompo Tengah
No       Komoditas      Produksi tahun
                        2013    2014    2015
Perikanan                               
1          Kepiting          0          0          0
2          Gurita  0          0          0
3          Udang 0          0          0
Peternakan                             
4          Sapi     117 ekor          125 ekor          138 ekor
5          Kerbau            0 ekor  0 ekor  0 ekor
6          Kambing         56 ekor            72 ekor            81 ekor
7          Ayam  1327 ekor        1532 ekor        1711 ekor
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.


5.         Kondisi Sosial Budaya
a.         Pendidikan
1)         Kondisi pendidikan masyarakat
Untuk tingkat pendidikan warga Desa Lompo Tengah berdasarkan hasil pendataan tahun 2016 sudah sangat berkembang disbanding desa lainnya. Pendidikan adalah salah satu hal penting dalam memajukan tingkat kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan mendonkrak tingkat kecakapan, tingkat kecakapan juga akan mendorong timbuhnya keterampilan kewirausahaan dan pada gilirannya mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru.
Karena angka putus sekolah yang masih ada menjadikan kemampuan ilmu dan keterampilan warga juga agak berpengaruh, seperti mereka mengolah lahan berdasarkan kemauan saja tanpa dilandasi oleh teori sehingga mereka merasa sangat berat mereka bekerja karena hasil yang diperoleh tidak seberapa. Dan mereka sadar bahwa dengan ilmu dan keterampilan yang kurang sangat mempengaruhi tingkat kehidupan sehari-hari. Untuk orang yang paham akan pentingnya pendidikan mencoba menyekolahkan anaknya sampai ke lanjutan atas bahkan ada yang sampai ke perguruan tinggi terutama dari kalangan orang yang mampu, meskipun harus menelan biaya yang cukup banyak.
Melihat persoalan atau masalah pendidikan di Desa Lompo Tengah ini diharapkan kesadaran dari semua pihak untuk bersama-sama menjadikan masyarakat yang memiliki generasi yang cerdas dengan cara memberantas akar permasalahan yang menjadi penyebab masih adanya anak putus sekolah khsusunya ke jenjang perguruan tinggi. Disamping itu, perlu disadari bahwa kemampuan desa dalam meningkatkan pendidikan di daerahnya sangat terbatas, olehnya itu memang membutuhkan perhatian yang serius bagi pemerintah daerah dan pihak yang bergelut didunia pendidikan, salah satunya dengan mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan gratis, kedisiplinan dari tenaga pengajar dalam melakukan tugas dan tanggungjawab yang diemban untuk menciptakan generasi cerdas. Ketersedian sarana dan prasarana pendidkan yang memadai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.  Keadaan Pendidikan masyarakat  Desa Lompo Tengah
Pendidikan masyarakat           Nama dusun
            Ele       Botto-botto     Lisu     Botto lampe    Alakange         Total
Belum sekolah 30        28        50        28        22        158
Tidak sekolah  -           -           -           -           -           -
Masih SD        54        51        90        52        47        294
T.T.SD            -           -           -           -           -           -
Tamat SD        60        57        101      59        53        330
Masih SMP     60        57        101      59        53        330
T.T SMP          -           -           -           -           -           -
Tamat SMP     78        74        132      77        80        441
Masih SMA     78        74        132      77        80        441
T.T SMA         -           -           -           -           -           -
Tamat SMA    89        66        119      69        63        406
S1        15        8          13        8          7          51
Jumlah 326      284      505      293      272      1680
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.

2)         Kondisi Prasarana Pendidikan
a)         Taman Kanak-kanak.
Di Desa Lompo Tengah Sarana dan Prasarana Pendidikan usia Dini Cukup Memadai yang Di tandai Adanya TK. Sebanyak 3 yakni di Dusun Ele, Dusun Botto lampe, dusun Lisu, sedangkan sarana Dan Pra Sarana PAUD ada 3 yakni di dusun Botto-botto dan woronge Dusun Alakkange, sehingga klp anak-anak Usia dini dapat Menikmati pendidikan yang baik dan pemerintah Desa Lompo Tengah Akan terus melakukan perbaikan dan peningkatan baik sarana dan pra sarana pada pendidikan Usia Dini sesuai kemampuan yang ada.
b)         Sekolah Dasar.
Terdapat 5 SD dan 1 MIS di Desa Lompo Tengahdengan kelengkapan sarana mobilernya yang sudah memadai, dan proses belajar mengajar dari enam sekolah ini tadi tenaga pengajarnya (Guru PNS) rata-rata 4 - 6 orang  selebihya guru honorer yang  selalu aktif sehingga dapat mempengaruhi aktifitas proses belajar mengajar.
Disamping itu kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya sudah cukup tinggi. Fasilitas peraga berupa bahan bacaan yang sudah memadai sehingga sangat membantu kelancaran belajar mengajar. Untuk ituke enam sekolah ini masih membutuhkan sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti sarana dan pra sarana gedung sekolah, dan sarana pra sarana pendukung lainnya.
c)         Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
Adanya bangunan Sekolah Menengah Pertama /MTS sebanyak dua di Desa Lompo Tengah,menambah wawasan dan cakrwala berpikir masyarakat Desa Lompo Tengah untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi. 
d)         Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
Semua siswa yang akan melanjutkan ke jenjang SMA  tidak semuanya harus keluar dari desa ada yang memilih di sekolah dalam desa da nada yang ke kecamatan tetangga atau bahkan ke Kabupaten dan ada juga yang melanjutkan  pendidikannya di pesantren.
e)         Perguruan Tinggi.
Jumlah angka lulusan sarjana kurang lebih di atas 100 orang untuk saat ini, tetapi masih ada calon sarjana yang sementara menempuh pendidikannya di Barru dan di Makassar, dan sebahagian besar yang pegawai negeri yang melanjutkan pendidikannya  tingkat perguruan tinggi untuk perbaikan nasib atau penyusaian ijazah.
Permasalahan pendidikan secara umum antara lain masih rendahnya kualitas pendidikan,  masih perlunya di tingkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, dan Peningkatan sarana dan prasarana pendukung pendidikan lainya.
b.         Kesehatan
Pelayanan kesehatan di Desa Lompo Tengah cukup memadai hanya saja tenaga medisnya perlu ditambah yang lebih professional lagi sehingga ketika ada orang yang tiba-tiba menderita pada malam hari cepat tertangani oleh pertolongan pertama sama tenaga medis yang tersedia di Desa Lompo Tengah karena penyakit yang biasa di derita oleh warga adalah penyakit diare/muntaber dan demam berdarah yang terkena musibah semua harus cepat terlayani secara darurat untuk mengantisipasi hal-hal yang bisa fatal. Apalagi dengan adanya pelayanan kesehatan gratis yang bisa membantu masyarakat dalam melakukan pengobatan baik diPolindes, Pustu, maupun di Puskesmas dan Dirumah Sakit yang jaraknya tidak terlalu jauh dan dapat di jangkau dengan kendaraan roda atau roda empat.
Sarana pelayanan kesehatan di Desa Lompo Tengah telah tersedia 1 unit bangunan permanen puskesmas pembantu (pustu) di tambah satu unit bangunan Polindes dengan pelayanan posyandu sebanyak 6unit yang tersebar di lima dusun  Desa Lompo Tengah dengan bangunan permanenyang di lengkapi dengan fasilitas pendukung lainya, meskipun masih ada dusun belum memiliki posyandu secara permanen namun setiap tahun pemerintah desa Lompo Tengah terus membangun gedung posyandu bagi dusun yang belum memiliki posyandu tetap atau permanen untuk melakukan  pelayanan secara rutin setiap bulan yaitu penimbangan bayi, pemberian makanan bergisi, vitamin A, pemberian susu bagi Balita dan pemeriksaan bagi Bumil serta penyuluhan kesehatan tentang pentingnya Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Sedangkan jasa dukun masih ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan namun tidak mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa perawat atau bidan dan tenaga medis lainnya
c.         Kesejahteraan Sosial
Berdasarkan hasil Pendataan penduduk Desa Lompo Tengah yang dilakukan pada tahun 2016, desa ini termasuk salah satu kategori desa yang sedang berkembang tingkat kesejahteraannya, karena angka kemiskinan masyarakat yang sudah rendah, kemampuan warga memenuhi kebutuhan dasarnya sudah cukup tinggi  disebabkan faktor pendidikan yang sudah memadai.
Menurut sumber Data Desa tahun 2016 jumlah KK Miskin di Desa Lompo Tengah adalah mencapai 23,1 % yang tersebar di 5 Dusun. Dusun yang tingkat prosentase kemiskinanya paling rendah yaitu Dusun Botto-botto dengan prosentase 1,8 % sedangkan prosentase kemiskinan tertinggi berada di Dusun Ele dan Dusun Lisu  dengan prosentase masing-masing3,1%.
No       Dusun  Presentase Kemiskinan           Karakteristik wilayah
1          Ele       3,1       Dataran rendah
2          Botto-botto     1,8       Dataran rendah
3          Lisu     3,1       Dataran rendah
4          Botto lampe    2,7       Pegunungan
5          Alakange         2,4       Pegunungan
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.
Dalam penentuan tingkat kesejahteraan setiap Kepala Keluarga di desa ini, maka dilakukan dengan menggunakan alat kajian Tingkat Kesejahteraan Masyarakat. Kegiatan ini difasilitasi oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) menggunakan pendekatan partisipatif.
Untuk memastikan tingkat kesejateraan masyarakat, maka disepakati 12 indikator yang disertai ciri-ciri pembeda dari masing-masing indikator diantaranya adalah:  Kepemilikan rumah, kepemilikan lahan, tingkat pendidikan, kemampuan memperoleh layanan kesehatan dan lain-lain  merupakan contoh dari beberapa indikator yang telah disepakati bersama masyarakat sebagai ciri pembeda kesejahteraan masyareakat Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru.
6.         Infrastruktur wilayah
Jamban keluarga pada tahun 2016 dari 895 KK, dari jumlah tersebut 870 KK yang mempunyai wc. Pribadi dan 98 KK pakai wc umum. Ini terjadi karena kemampuan dan kesadaran warga untuk membuat jamban sudah ada. Angka kepemilikan jamban dapat dilihat pada tabel diawah ini.
Tabel 6. Kepemilikan jamban keluarga setiap dusun di Desa Lompo Tengah
Kepemilikan jamban keluarga Nama dusun    Total
            Ele       Botto-botto     Lisu     Botto Lampe   Alakangnge    
Wc pribadi      201      98        265      178      128      870
Wc umum        -           -           1          -           -           1
Jumlah 201      98        266      178      128      871
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.
7.         Jumlah penduduk berdasarkan tingkat umur
Tingkat pertumbuhan penduduk tidak terlalu meningkat dikarenakan tingkat usia perkawinan di atas usia dini, angka kepadatan penduduk Desa Lompo Tengah masih  dapat ditekan, dan hal ini sudah terbukti dengan kurangnya jumlah anak dalam setiap rumah tangga dari tiap pasangan usia subur.Dimana setiap rumah tangga rata-rata punya anak 2-3 saja, sehingga istilah banyak anak banyak rejeki sudah tidak berlaku lagi, dengan adanya alat Kontrasepsi yaitu KB dan Kondom yang tersedia di Pustu secara gratis sehingga dapat ditekan pertumbuhan anak. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat umur
No       Umur   Ele       Botto-botto     Lisu     Botto lampe    Alakangnge
1          0-1       12        11        20        11        10
2          2-4       18        17        30        17        16
3          5-6       14        22        40        23        21
4          7-12     30        28        50        29        26
5          13-15   60        57        101      59        53
6          16-18   78        74        132      77        70
7          19-25   104      100      173      101      92
8          26-35   116      111      193      112      102
9          36-45   96        91        163      94        86
10        46-49   36        34        61        36        33
11        >-50     30        28        50        30        27
Jumlah 604      573      1013    589      536
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.
8.         Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
Jumlah penduduk Desa Lompo Tengah  termasuk kurang padat jika dibandingkan dengan luas wilayah desa. Hal ini dapat dilihat dari hasil pendataan penduduk yang dilakukan oleh Desa pada tahun 2016, tercatat jumlah penduduk Desa Lompo Tengah sekitar 3.315 jiwa dengan perbandingan laki-laki 1.462 jiwa dan perempuan sebanyak 1.853 jiwa. Penduduk Desa Lompo Tengah merupakan salah satu aset desa dalam pelaksanaan pembangunan. Jumlah penduduk Desa Lompo Tengah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 8. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
Nama dusun    Jumlah KK      Jumlah jiwa     Total jiwa
                        Laki-laki          Perempuan     
Ele       201      272      332      604
Botto-botto     98        184      389      573
Lisu     265      468      545      1013
Botto lampe    177      276      313      589
Alakangnge     153      262      274      536
Jumlah 894      1462    1853    3315
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.
9.         Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 9.  Keadaan Pendidikan masyarakat  Desa Lompo Tengah
Pendidikan masyarakat           Nama dusun
            Ele       Botto-botto     Lisu     Botto lampe    Alakange         Total
Belum sekolah 30        28        50        28        22        158
Tidak sekolah  -           -           -           -           -           -
Masih SD        54        51        90        52        47        294
T.T.SD            -           -           -           -           -           -
Tamat SD        60        57        101      59        53        330
Masih SMP     60        57        101      59        53        330
T.T SMP          -           -           -           -           -           -
Tamat SMP     78        74        132      77        80        441
Masih SMA     78        74        132      77        80        441
T.T SMA         -           -           -           -           -           -
Tamat SMA    89        66        119      69        63        406
S1        15        8          13        8          7          51
Jumlah 326      284      505      293      272      1680
Sumber: Data Sekunder Profil Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, 2016.
            Berdasarkan tabel 9 maka jumlah penduduk di Desa Lompo Tengah berdasarkan tingkat pendidikan yang tertinggi, yaitu masyarakat dengan pendidikan tamat SMP dan Masih SMA. Sedangkan jumlah penduduk di Desa Lompo Tengah berdasarkan tingkat pendidikan terendah adalah masyarakat dengan pendidikan S1.
B.        Keadaan Khusus Responden
1.         Identifikasi responden berdasarkan umur
Berdasarkan umur respponden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10. Identifikasi responden
No       Nama   Umur
1          Lame   58 tahun
2          Latuo   48 tahun
3          Nurlina            38 tahun
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat dan Ilmu Penyuluhan Peternakan, 2018.
2.         Identifikasi responden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel berikut.
                        Tabl 11. Identifikasi responden
No       Nama   Jenis kelamin
1          Lame   Laki-laki
2          Latuo   Laki-laki
3          Nurlina            Perempuan
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat dan Ilmu Penyuluhan Peternakan, 2018.
3.         Identifikasi responden berdasarkan mata pencaharian
Berdasarkan mata pencaharian, dapat dilihat pada tabel berikut.
No       Nama   Mata pencaharian
1          Lame   Peternak
2          Latuo   Peternak
3          Nurlina            Petani
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat dan Ilmu Penyuluhan Peternakan, 2018.
C.        Hasil FGD (Focus Group Discussion)
Berdasrkan FGD penyuluan peternakan yang dilakukan dibalai desa Lompo Tengah dengan tema Perencanaan Pembangunan Peternakan dapat diperoleh hasil, yaitu Kecamatan Tanete Riaja merupakan Kecamatan terpadat populasi sapi dan unggul dalam hal produksi sapi potong. Sesuai catatan sejarah Kabupaten Barru pernah mengekspor sapi ke Inggris pada tahun 1970-an. Sentra pengembangan sapi bali murni di daerah Sulawesi Selatan terdapat di 3 kabupaten, yaitu Bone, Enrekang, dan Barru.
Pada tahun 2014 Kecamatan tanete Riaja sudah mendapatkan SK dari Kementrian Pertanian sebagai pusat pembibitan sapi bali. Di Kecamatan tanete Riaja terdapat 24 kelompok tani/ternak, masing-masing kelompok tani/ternak diberikan fasilitas berupa timbangan, tongkat ukur, dan pita ukur. Sapi-sapi yang ada dikelompok tani/ternak Desa Lompo Tengah tidak boleh kawin saudara (inbreeding), hal ini dikarenakan akan mempengaruhi pertumbuhan dari sapi tersebut sehigga berdampak pada produktivitasnya. Maka dari itu kelompok tani ternak memiliki recording (pencatatan) terhadap sapi mereka.
Dalam hal pengendalian penyakit dan pemeriksaan kesehatan, dinas Petrnakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Barru bekerjasama dengan Balai Besar Veteriner (BEBEVET) Kabupaten Maros dalam hal pemeriksaan kesehatan terkhusus pada penyakit Brocelosis.
Selain bekerjasama dengan BEBEVET Maros, Dinas Peternakan dan Keehatan Hewan Kabupaten Barru juga bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin Fakultas Petenan dalam hal melaksanakan program pemerintahan, yaitu UPSUS SIWAB (Upaya Khusus Sapi Indukan wajib Bunting). Sebelumnya Universita Hasanuddin juga pernah bekerjasama dengan Balai Insiminsi Buatan yang ada di Kabupaten Barru.
Telah banyak pencapaian dalam hal produksi ternak di Kabupaten Barru, yaitu salah satunya pada tahun 2014-2015 telah menghasilkan pedet sapi bali dengan berat lahir 20 kg dan langsung terekspos di Kemntrian Pertanian yang merupakan hasil IB.
Terkait pemasaran sapi potong pemerintah Kabupaten Barru telah melaksanakan program, yaitu Shorum Sapi. Shorum sapi merupakan program untuk memasarkan sapi potong yang didalamnya terdapat P3T Mandiri (Pos Pelayanan Peternakan Terpadu Mandiri) yang berfungsi untuk megetahui pelaporan hewan seperti program penanganan dan reaksi cepat. Dengan adanya P3T Mandiri, peternak bisa langsung melaporkan kondisi ternaknya ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Barru.


D.        Kajian Stratifikasi Sosial Masyarakat Perdesaan (Peternak)
1.         Dampak stratifikasi sosial terhadap masyarakat perdesaan (petrnak)
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pertama (Lame) dampak positif stratifikasi sosial masyarakat Kec. Tanete Riaja Desa Lompo Tengah yaitu adanya penyuluhan dan pemberian obat. Sedangkan dampak negatifnya adalah pemberian obat, penyuntikan dan penyuluhan yang tidak merata di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastramiharja (2010) yang mengatakan bahwa stratifikasi sosial adalah berperan untuk menyusun, mengatur, dan mengawasi hubungan manusia dalam suatu masyarakat.
dampak positif stratifikasi sosial, yaitu pernah diadakan penyuluhan pada kelompok taninya sehingga dapat membantu masyarakat didalam memelihara ternaknya. Responden kedua (Latuo), yaitu pemberian pupuk yang diberikan secara gratis kepada warga kelompok taninya. Sedangkan dampak negatif stratifikasi sosial masyarakat Kecamatan Tanete Riaja, Desa Lompo Tengah berdasarkan hasil wawancara dengan responden pertama (Lame), yaitu kelompok taninya tidak dapat berjalan dengan baik. Responden kedua (Latuo), yaitu ketika ingin meminta obat untuk sapi permintaannya tersebut tidak dipenuhi oleh pemerintah. Responden ketiga (Nurlina), yaitu seperti banyaknya permintaan warga salah satunya pupuk tidak pernah terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastramiharja (2010), yang menyatakan bahwa stratifikasi sosial dalam masyarakat perdesaan yaitu melakukan kontribusi dalam suatu masyarakat sebagai alat pemersatu.

2.         Bentuk stratifikasi sosial dalam mayarakat perdesaan (peternak)
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden ketiga (Nurlina) di Desa Lompo Tengah, bahwa bentuk stratifikasi sosial yang ada di desa ini berada pada kelas bawah karena hasil pendapatan tidak sesuai dengan jumlah tanggungannya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Hasrul (2018), yang menyatakan bahwa bentuk stratifikasi sosial berada pada tingktan paling atas. Dimana masyarakat di Desa Lompo Tengah mampu mencukupi kebutuhannya hanya dengan menjual produksi sapi yang telah dipelihara. Bahkan dapat dikatakan bahwa masyarakat yang memiliki ternak sapi itu menempati tempat teratas dalam masyarakatnya.
3.         Peran stratifikasi sosial dalam masyarakat perdesaan (peternak)
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pertama (Lame), berpendapat bahwa peran stratifikasi sosial yang ada di Desa Lompo Tengah memiliki peran yang cukup baik karena hubungan antara kepala desa dengan kelompok tani saling bekerja sama dalam mencpai tujuan kelompok tani/ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastramiharja (2010), yang menyatakan bahwa peran stratifikasi sosial yaitu untuk menyusun, mengatur, dan mengawasi hubungan manusia dalam suatu masyarakat. Sedangkan responden kedua (Latuo) dan ketiga (Nurlina) menyatakan bahwa peran stratifikasi sosial di masyarakatnya itu tidak ada. Karena kurang adanya penyuluhan yang dilakukan dalam kelompok tani/ternaknya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sastramiharja (2010), yang menyatakan bahwa bahwa peran stratifikasi sosial di masyarakatnya itu tidak ada. Karena kurang adanya penyuluhan yang dilakukan dalam kelompok tani/ternaknya.

BAB V
PENUTUP

A.        Kesimpulan
                        Berdasarkan hasil praktek lapang di Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru maka dapat disimpulkan bahwa dampak positif stratifikasi sosial, yaitu pernah diadakan penyuluhan pada kelompok taninya sehingga dapat membantu masyarakat didalam memelihara ternaknya, serta pemberian pupuk yang diberikan secara gratis kepada warga kelompok taninya. Sedangkan dampak negatif stratifikasi sosial, yaitu kelompok taninya tidak dapat berjalan dengan baik, ketika ingin meminta obat untuk sapi permintaannya tersebut tidak dipenuhi oleh pemerintah, dan banyaknya permintaan warga salah satunya pupuk tidak pernah terpenuhi. Bentuk stratifikasi sosial, yaitu berada pada kelas bawah karena hasil pendapatan tidak sesuai dengan jumlah tanggungannya. Peran stratifikasi sosial, yaitu memiliki peran yang cukup baik karena hubungan antara kepala desa dengan kelompok tani saling bekerja sama dalam mencapai tujuan kelompok tani/ternak.
B.        Saran
Perlu diketahui, bahwa beberapa petrnak yang ada di Desa Lompo Tengah umumnya memiliki latar belakang pendidikan mapun ekonomi yang berbeda-beda sehingga perlu diaakan pendekatan sosialisasi yang lebih persuasif terkait penyuluhan mengenai stratifikasi sosial dalam masyarakat perdesaan agar mudah dipahami dan dimengerti oleh para peternak yang berada di desa Lompo Tengah.

DAFTAR PUSTAKA


Abu, Ahmad. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Anton. 2012. Sistem Sosial di Indonesia. Jakarta: PT Kurunika Universitas Terbuka.

Bambang. 2012. Analisis Usaha Peternakan Sapi Potong Rakyat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Indra, Ratna. 2016. Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Jimmy. 2012. Masyarakat Sosial Stratifikasi Sosial. Bandung: Yudistira.

Miftahul. 2012. Jenis Sapi Potong. Jakarta: Grasindo.

Munandar, Solaeman. 2011. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Tarsito.

Ralf. 2013. Sistem Sosial. Jakarta: PT Raju Grafindo Persada.

Santosa. 2010. Agrobisnis Peternakan Sapi Potong. Jakarta: Erlanggga.

Sastramiharja. 2010. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka.

Sodiq, A Munadi, dan Purbojo. 2010. Sistem Produksi Sapi Potong.  Jakarta: Grasindo.

Soerjono, Soekanto.2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Susiorini. 2013. Analisis Kawasan Usaha Pengembangbiakan dan Penggemukan Sapi Potong Berbasis Sumberdaya Lokal Pedesaan. Yogyakarta: Gadja Mada University Press.

Syarif. 2014. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta: Gadja Mada University Press.

Tohir. 2012. Pembentukan Lapisan Sosial. Solo: Grahadi Group.

Wahyu. 2012. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Rajawali Press.

Wahyuningsih. 2011. Masyarakat Desa. Bandung: Yudistira.

Laporan sosiologi masyarakat dan penyuluhan peternakan (stratifikasi sosial) Laporan sosiologi masyarakat dan penyuluhan peternakan (stratifikasi sosial) Reviewed by Faikatushalihat on July 11, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.