KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dan taklupa pula kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah PPKN yang membahas tentang
“Pancasila Sebagai Etika Politik”. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Adapun makalah Pancasila Sebagai Etika Politik ini telah kami
usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai referensi buku
dan referensi internet, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada seluruh
referensi-referensi yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Peranan Pancasila Sebagai
Etika Politik di Indonesia, khususnya bagi penulis. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.
Samata, 9 April 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
BAB I : Pendahuluan 1
Latar belakang 1
Rumusan
masalah 1
Tujuan
penulisan 2
BAB II : Pembahasan 3
Pengertian etika 3
Pengertian
politik 4
Awal
munculnya etika politik 5
Etika
politik 6
Peran
pancasila sebagai sumber etika politik Indonesia 7
BAB
: Penutup 12
Keimpulan 12
Saran 12
Daftar pustaka 13
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pancasila
sebagai dasar Negara, pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara
di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik
Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila. Kesadaran etik yang merupakan
kesadaran relational akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika
nilai-nilai pancasila itu diyakini
kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih berkembang ketika nilai dan moral
pancasila itu dapat di breakdown kedalam norma-norma yang di berlakukan di
Indonesia .
Secara hukum Indonesia memang sudah merdeka, namun jika kita telah
secara individu (minoritas) hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan
yang dilakukan para elit politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang
seharusnya mampu menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan keadilan bersama.
Sehingga cita-cita untuk mewujudkan rakyat yang adil dan makmur lenyap ditelan
kepentingan politik pribadi. Dalam fakta sejarah tidak sedikit orang berpolitik
dengan menghalalkan segala cara. Dunia politik penuh dengan intrik-intrik kotor
guna memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat
normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika
yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang
pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral
maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan di atas, muncul
beberapa rumusan masalah yang menarik untuk dikaji :
1.
Apakah
pengertian dari etika ?
2.
Apakah
pengertian dari politik ?
3.
Bagaimana awal
munculnya etika politik ?
4.
Apakah yang
dimaksud dengan etika politik ?
5.
Bagaimana peran
Pancasila sebagai etika politik di Indonesia ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masalah yang muncul di atas dapat diketahui bahwa
tujuan penulisan makalah ini adalah :
Para pembaca akan mengetahui tentang awal munculnya etika politik,
memahami pengertian dari etika dan memahami pengertian dari politik, karena
sebelum kita mempelejari apa itu yang dimaksud dengan etika polotik kita harus
memahami dulu apa pengertian dari Etika. Dan juga dengan membaca makalah kami
ini pembaca dapat memahami apa yang di maksud dengan etika politik, mengetahui
serta memahami pengertian dari nilai, norma dan moral. Tidak luput pula yang
paling paling penting kita bisa mengetahui serta memahami peran pancasila
sebagai sumber etika politik di Negara kita yaitu Tanah Airku Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Etika
Etika
termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi.dua kelompok yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana
kita harus menggambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika
umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan
etika khusus membahas prinsip-prinsip. Etika khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang
kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan
suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Menurut
Bartens, sebenarnya terdapat tiga makna dari etika. Pertama, etika dipakai
dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (sistem nilai dalam hidup
manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat). Kedua, etika dipakai dalam arti
kumpulan asas dan nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga,
etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk (sama dengan
filsafat moral).
Etika
berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan
“tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan
yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika
banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff,
1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis
dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua
kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.Etika adalah ilmu yang membahas
tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau
bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral.
Adapun ayat tentang etika yaitu ;
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً
لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan
dia sadar atau takut.” (QS.Thaha:44)
Yaitu kita sebagai manusia dalam
berbicara kita harus memiliki etika yang bagus mulai dari cara bicara, sopan
santun dan bahasa yang tidak menyinggung bagi siapapun. Karena, dalam berbicara
Allah Swt juga memperhatikan kita dalam ucapan yang keluar dari mulut. Jadi
ketika ingin berbicara maka ucapkanlah dengan lembut dalam artian kita
mengikuti etika dalam berbicara.
2.2
Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kosa kata “politics” yang memiliki
makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau “negara” yang
menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti
dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu
ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies, yang
menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang
ada. Untuk melakukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suartu kekuasaan (power), dan
kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang
dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan.
Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan
keinginan belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah terwujud. Secara
operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan
negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionsmaking),
kebijaksanaan (policy), pembagian (distributions) serta alokasi (allocation).
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat
(public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu
politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga
masyarakat maupun perseorangan. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat,
bangsa, maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam
arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang
otoriter. Dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik harus dipahami
dalam pengertian yang luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara. Adapun ayat tentang politik,
yaitu :
Al-An’am: 62
ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ أَلَا لَهُ الْحُكْمُ
وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
“Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada
Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada
hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat Perhitungan yang paling cepat.”
2.3 Awal Munculnya Etika Politik
Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada
saat struktur politik tradisional berangsur-angsur mulai rapuh sampai ambruk.
Dengan runtuhnya tatanan masyarakat Athena, muncul berbagai macam pertanyaan
tentang masyarakat dan negara, seperti bagaimana seharusnya masyarakat harus di
tata dan siapa yang harus menata, apa tujuan negara dan beragam pertanyaan
lainnya. Dua ribu tahun kemudian, kurang lebih lima ratus tahun yang lalu,
etika politik bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja dalam tatanan
hierarkis kosmos tidak lagi di terima begitu saja. Legitimasi tatanan hukum,
negara dan hak raja untuk memerintah masyarakat dipertanyakan. Situasi seperti
ini tampak jelas pada zaman industrialisasi yang memicu kebangkitan filsafat
politik. Klaim-klaim legitimasi kekuasaan yang saling bertentangan menuntut
refleksi filosofis atas prinsip dasar kehidupan politik. Etika politik lebih
berperan pada tuntutan agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat
dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral dasar. Klaim-klaim legitimasi dari
segala macam kekuatan, baik bersifat kekuasaan langsung atau tersembunyi di
belakang pembenaran normatif harus merasionalisasikan dengan kebenaran umum.
Filsafat politik mendorong afirmativitas yang tidak dipertanyakan dalam
permukaan saja, tetapi memaksa tuntutan ideologis untuk membuktikan diri
filsafat, dengan demikian menjadi reflektif dan terbuka terhadap kritik, atau
memang ditelanjangi sebagai layar asap ideologis bagi kepentingan tertentu.
Al-Ghazali merupakan seorang penulis dan filsuf muslim abad
pertengahan yang memiliki corak pemikiran dan pemahaman yang sinergis dan
relevan dengan hal tersebut. Pemikiran al-Ghazali tentang etika kuasa (politik)
seperti dalam teorinya bagaimana cara menjalankan sebuah sistem kenegaraan yang
mempertimbangkan moralitas untuk kemaslahatan bersama dengan pemimpin yang
mempunyai integritas tinggi ditopang dengan kekuatan moral yang memenuhi
beberapa kriteria yang al-Ghazali idealkan. Masih dimungkinkan sebagai
referensi dalam menata sebuah negara pada masa sekarang dari beberapa teori
tentang filsafat politik khususnya dalam tradisi filsafat Islam.
Konsepsi etika politik al-Ghazali adalah suatu teori sistem
pemerintahan yang berisikan masyarakat dan aparatur negara yang mempunyai moral
yang baik dengan ditopang oleh agama sebagai dasar negara. Seorang pemimpin
yang ideal menurut al-Ghazali adalah seorang yang mengerti tentang budi luhur
atau moral agama dan kebijaksanaan yang harus diterapkan dalam menjalankan
sistem pemerintahan.
2.4 Etika Politik
Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek
sebagai pelaku etika, yakni manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan
erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian “moral” senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun
negara. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa
didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk beradab dan berbudaya.
Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang
membahas hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma
yang dipakai dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena
mempertanyakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas
dasar apa sebuah norma digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika
politik menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian ideologi, asas-asas dalam
ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan dan kondisi psikologis manusia
sampai ke titik terdalam dari manusia melalui pengamatan terhadap perilaku,
sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik.
Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang
melegitimasi kebijakan-kebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif
(dan sekaligus nilai objektif juga) hasil kesepakatan awal. Jadi, tugas utama
etika politik sebagai metode kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang
dipakai oleh kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya. Namun demikian, bukan
berarti bahwa etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika
politik harus pula dikritisi. Oleh karena itu, etika politik harus terbuka
terhadap kritik dan ilmu-ilmu terapan .
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan
alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik
secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori,
melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak
langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar
pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika
politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan
Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur
ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Pokok permasalahan etika
politik adalah legitimasi etis kekuasaan. Sehingga penguasa memiliki kekuasaan
dan masyarakat berhak untuk menuntut pertanggung jawaban. Legitimasi etis
mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral.
Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik
legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral.
Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya oleh masyarakat.
2.5 Peran Pancasila sebagai
Sumber Etika Politik di Indonesia
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu
kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing
sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu
dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna
Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu
kesatuan yang tak bias ditukar-balikan letak dan susunannya. Pancasila tidak
hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga
merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi
kekuasaan, hukum, serta kebijakan dalam penyelenggaraan negara. Untuk memahami
dan mendalami nilai nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung
dalam kelima sila Pancasila.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan sila pertama Negara Indonesia bukanlah
negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi religius.
Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius
melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun Negara Indonesia
tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan
negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum
serta moral dalam kehidupan negara. Oleh karena itu asas sila pertama lebih
berkaitan dengan legitimasi moral.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam
kehidupan negara. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia
hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta
prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Manusia merupakan dasar kehidupan dan
penyelenggaran negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat
mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan
harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan
jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas kemanusiaan juga
harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam penyelenggaraan negara.
Persatuan Indonesia
Persatuan berati utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan. Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti
ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Indonesia sebagai
negara plural yang memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi
merupakan negara yang rawan konflik. Oleh karenanya diperlukan semangat
persatuan sehingga tidak muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan
golongan yang lain. Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat
persatuan demi keuthan negara dan kebaikan besama. Oleh karena itu sila ketiga
ini juga berkaitan dengan legitimasi moral.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan
kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat
merupakan asal muasal kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan
kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik
praktis, hal-hal yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta
yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus
berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki
“legitimasi demokratis”.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum
yaitu prinsip “legalitas”. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena
itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam
kehidupan negara. Dalam penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan,
kewenangan serta pembagian senatiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku.
Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan
menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara.
Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan
jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas.
Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Etika politik
Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku politik Negara,
terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau slaah sebuah
kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan
pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila.
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut
terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat
eksekutif, legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus
menyadari bahwa legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus
berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki
oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak
menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini.
Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan,
terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit
politik yang menjadi momok masyarakat.
Dalam penerapan etika politik Pancasila di Indonesia tentunya
mempunyai beberapa kendala-kendala, yaitu :
Etika politik terjebak menjadi sebuah ideologi sendiri. Ketika
seseorang mengkritik sebuah ideologi, ia pasti akan mencari kelemahan-kelemahan
dan kekurangannya, baik secara konseptual maupun praksis. Hingga muncul sebuah
keyakinan bahwa etika politik menjadi satu-satunya cara yang efektif dan
efisien dalam mengkritik ideologi, sehingga etika politik menjadi sebuah
ideologi tersendiri.
Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat yang lebih lengkap
disbanding etika politik Pancasila, sehingga kritik apa pun yang ditujukan
kepada Pancasila oleh etika politik Pancasila tidak mungkin berangkat dari
Pancasila sendiri karena kritik itu tidak akan membuahkan apa-apa.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari analisis permasalahan dalam makalah ini adalah
Pancasila adalah dasar Negara yang menjadi tolok ukur pemikiran bangsaIndonesia
yang mengandung nilai-nilai yang universal dan terkristalilasi dalam
sila-silanya. yang dikembangkan dan berkembang dalam diri pribadi manusia
sesuaidengan kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan sosial. Didalam tubuh
pancasilatelah terukir berbagai aspek pemikiran bangsa yang mengandung asas
moralitas, politik, sosial, agama, kemusyawaratan, persatuan dan
kesatuan.Seluruh aspek tersebut senafas, sejiwa, merupakan suatu totalitas
saling hidup menjiwai, diliputi dan dijiwai satu sama lain.
3.2 Saran
Kita sebagai para calon penerus masa depan untuk Negara yang kita
cintai ini tanah air Indonesia sudah sepatutnya bahwasannya kita berkewajiban
mempelajari serta menjunjung tinggi pancasila, karena pancasila sebagai
landasan dalam kehidupan manusia , pancasila sebagai etika dalam berpolitik.
Jadi akan menciptakan masyarkat yang beretika serta taat pada aturan yang ada.
Bagi para mahasiswa maupun para pembaca bisa menerapkan setiap sila-sila
pancasila yang sangat bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari dalam bidang
akademik maupun non akademik pun juga bisa diterapkan.
Daftar Pustaka
Suseno Von Magnis, 1978, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral
Dasar Kenegaraan Modern. PT. Gramedia, Jakarta.
Hasan, M. Iqbal, M.M, 2002, Pokok-pokok Materi Pendidikan
Pancasila, penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Makalah pancasila sebagai etika politik
Reviewed by Faikatushalihat
on
July 10, 2020
Rating:
No comments: